Dari Realitas Mawlana Shaykh Hisham sebagaimana Diajarkan oleh Shaykh As Sayed Nurjan Mirahmadi
A’udhu Billahi Minash Shaitanir Rajeem
Bismillahir Rahmanir Raheem
Jika bukan karena rahmat-Mu dan kasih sayang tak terbatas dari Allah (Azza wa Jal), kami adalah ciptaan yang tanpa harapan, kecuali karena cinta Allah (Azza wa Jal). Dan cinta Allah (Azza wa Jal) kepada para nabi-Nya, serta cinta Allah (Azza wa Jal) kepada mereka yang mengikuti jalan para nabi dan berusaha sebaik mungkin dengan cinta mereka untuk menempuh jalan itu, Allah (Azza wa Jal) Maha Pengampun dan Maha Penyayang, dan rahmat Allah (Azza wa Jal) melampaui murka-Nya.
Tujuan Tertinggi dalam Hidup adalah Mencari Ilmu Ilahi
Sebuah pengingat bagi diri saya sendiri bahwa tujuan tertinggi dalam hidup adalah mencari ilmu, ilmu-ilmu Ilahi, yang menghiasi jiwa dan memberkatinya. Ilmu yang kita cari dalam hidup ini adalah medali kehormatan di hadapan kehadiran Ilahi. Ketika kita memulai dan kosong, Allah (Azza wa Jal) membimbing kita kepada para pembimbing kita, pembimbing tercinta kita, Sultan ul Awliya Mawlana Shaykh Muhammad Nazim al Haqqani dan pembimbing tercinta kita Mawlana Shaykh Hisham Kabbani (qadassallahu sirruhu), semoga Allah (Azza wa Jal) mensucikan rahasia mereka dan mengangkat derajat mereka semakin tinggi tanpa batas. Kami datang dalam keadaan lapar seperti yatim dan miskin, dan kami hadir di hadapan Awliyaullah, lalu mereka memberi makan jiwa kami. Mereka memberi makan kami dari jiwa mereka dan keberkahan yang Allah (Azza wa Jal) berikan kepada mereka.
76:8-9 – “Dan mereka memberikan makanan yang mereka sukai kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan. (8) (Mereka berkata), ‘Kami memberi makan kalian semata-mata demi wajah suci Allah: Kami tidak mengharapkan balasan atau ucapan terima kasih dari kalian.’” (Surat Al-Insan)
Mereka memberi makan dari apa yang mereka cintai, bukan dari apa yang tidak mereka inginkan, dan yang mereka minta sebagai imbalannya hanyalah wajah Ilahi Allah (Azza wa Jal). Dan Allah (Azza wa Jal) tidak memiliki wajah, maka wajah itu pastilah wajah dan ruhaniyat Sayyidina Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam), Noor Muhammadi. Mereka memberi makan, tetapi kita harus datang ke meja itu sebagai yatim, kita harus datang ke meja itu dalam keadaan miskin dan tidak memiliki apa-apa, berarti datang tanpa apa-apa dan memohon untuk menjadi tidak ada. Dan mencari ilmu adalah anugerah Ilahi terbesar bagi jiwa dan menentukan derajat jiwa tersebut serta kedudukannya di hadapan kehadiran Ilahi.
Allah (Azza wa Jal) Mengajarkan Ilmu kepada Adam (as)
Ini sangat penting bagi Allah (Azza wa Jal). Allah (Azza wa Jal) adalah laa sharik, tidak memiliki sekutu. Dan Allah (Azza wa Jal) menjelaskan bahwa ilmu itu begitu penting sehingga ketika Aku menyampaikan ilmu kepada Sayyidina Adam (alayhis salaam), “Wa ‘allama Adamal Asma a kullaha…” (Surat Al-Baqarah 2:31)
2:31 – “Dan Dia mengajarkan Adam nama-nama seluruhnya…” (Surat Al-Baqarah)
Dari pemahaman itu, jalan spiritual (turuq) datang dan mengajarkan bahwa ilmu yang kamu baca dan cari bertujuan untuk memberi batasan, hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam hidup. Kamu membaca buku agar berada di jalan yang benar, sehingga kamu tidak berbicara sembarangan dan mengeluarkan diri dari Islam, dari agama. Ini menetapkan batas antara kanan dan kiri, depan dan belakangmu. Namun, itu bukan yang dimaksudkan Allah (Azza wa Jal).
‘Allama berarti “Kami mengajarkan ilmu-ilmu kepadanya.” Buku-buku yang kamu baca dan ilmu yang kamu capai seharusnya membentuk karaktermu. Jika tidak membentuk karaktermu, kamu akan menghadapi masalah.
Dalam pentingnya ilmu ini, Allah (Azza wa Jal) ingin menunjukkan kepada malaikat dan jin. Keunggulan malaikat dan ketaatan penuh mereka menjadikan mereka penjaga ilmu. Mereka adalah penjaga perintah Ilahi Allah (Azza wa Jal). Mereka tunduk sepenuhnya pada apa yang diinginkan Allah (Azza wa Jal), sehingga derajat mereka pasti sangat tinggi. Di hadapan jin, yang diberi kekuatan luar biasa oleh Allah (Azza wa Jal)—kita tahu kelemahan ciptaan kita—dan sifat luar biasa dari apa yang Allah (Azza wa Jal) berikan kepada bangsa jin, kekuatan mereka, kemampuan mereka untuk mewujudkan dan bergerak. Dan malaikat serta semua yang Allah (Azza wa Jal) berikan kepada ciptaan itu.
Kemudian Allah (Azza wa Jal) menempatkan Sayyidina Adam untuk mengajarkan bahwa: pada setiap saat Aku bisa menganugerahkan ilmu kepada seorang hamba yang akan membuat kalian takjub.
2:31-32 – “Dan Dia mengajarkan Adam nama-nama seluruhnya, lalu Dia perlihatkan kepada malaikat dan berkata, ‘Beritahu Aku nama-nama ini, jika kalian jujur.’ (31) Mereka berkata, ‘Maha Suci Engkau; kami tidak memiliki ilmu kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya, Engkau Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.’” (Surat Al-Baqarah)
Malaikat Bersujud kepada Ilmu Ilahi Adam (as)
Dan Dia memulai: ajarkan apa yang Aku ajarkan kepadamu; sampaikan apa yang Aku ajarkan kepadamu, Aku ajarkan kepadamu cara berbicara, sampaikan itu kepada mereka.
2:33 – “Dia berkata: ‘Wahai Adam! Beritahu mereka nama-nama itu.’ Ketika dia telah memberitahu mereka, Allah berkata: ‘Bukankah Aku katakan kepadamu bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan?’” (Surat Al-Baqarah)
Segera setelah Sayyidina Adam (alayhis salaam) mengajar, malaikat segera memahami tanpa ego, bahwa ilmu yang dimiliki ciptaan ini jauh lebih unggul dari ilmu kami. Kemudian, sebagai hasilnya, Allah (Azza wa Jal) memerintahkan, “Sujudlah.”
Ini berarti penghormatan (ihtiraam) sangat penting bagi Allah (Azza wa Jal), itu menjadi kunci hidup kita. Karena apa yang Allah (Azza wa Jal) anugerahkan kepada realitas Sayyidina Adam (alayhis salaam), Allah (Azza wa Jal) memerintahkan “sujud” kepada ilmu itu. Semuanya bersujud kecuali Iblis.
2:34 – “Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat, ‘Sujudlah kepada Adam’; maka mereka bersujud, kecuali Iblis. Ia menolak dan sombong, dan menjadi salah satu dari yang ingkar.” (Surat Al-Baqarah)
Malaikat mengakui dan mereka mewakili kerendahan hati, mereka melakukan sujud penghormatan. Jadi, jika malaikat bersujud untuk Sayyidina Adam (alayhis salaam), bayangkan penghormatan untuk Sayyidina Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam)? Ilmu Nabi (sallallahu alayhi wa sallam) yang dimasukkan ke dalam Sayyidina Adam (alayhis salaam), Noor Muhammadi yang membuat Sayyidina Adam hidup dari Lautan Kehidupan.
Manusia Diciptakan dari Tanah dan Membawa Air serta Api
Allah (Azza wa Jal) ingin secara perlahan mengungkapkan bahwa: jangan berpikir ciptaanmu lebih unggul. Aku akan mulai memberikan marifah bahwa semua realitas dan cahayamu berasal dari Noor Muhammadi (sallallahu alayhi wa sallam). Mizan (timbangan) ini yang Aku ciptakan dari tanah, yang dapat membawa airmu—yaitu malaikat—tanah bercampur air, dari situ bunga tumbuh. Yang dapat membawa api dari bangsa jin di dalamnya, karena tayamum dapat memadamkanmu atau kamu bisa meletakkan api di atas tanah dan tanah tidak terbakar. Mizan ini, timbangan yang Aku ciptakan bernama ‘Sayyidina Adam’, dia akan membawa keduanya. Dan kalian akan takjub pada cahaya dan realitas yang dia bawa, lalu malaikat bersujud kepada ilmu itu.
55:8 – “Agar kalian tidak melampaui batas dalam timbangan.” (Surat Ar-Rahman)
Setan Memperoleh Ilmunya Sendiri dengan Membaca, Bukan Diajarkan oleh Allah
Semuanya bersujud kecuali Iblis, mengapa? Karena dia menganggap ilmunya lebih unggul. Ilmu yang dia sampaikan berasal dari sumbernya sendiri. Ilmu yang dia sampaikan diperoleh melalui usahanya sendiri. Dia membaca, belajar, dan mulai mengajar; dia membaca, belajar, dan mengajar, dan terus mengajar. Dia adalah guru para malaikat. Maka dia merasa sangat terhina ketika datang seorang guru yang jauh lebih kuat dan mengajar dari apa yang Allah (Azza wa Jal) ajarkan, ‘allama. ‘Azazil (yang kemudian dikenal sebagai Iblis), ilmu yang dia peroleh diajarkan kepada malaikat. Allah (Azza wa Jal) tidak menyampaikan ilmu itu kepadanya. Artinya, melalui usaha dan ilmu yang dia peroleh sendiri, dia mulai mengajar malaikat untuk meninggikan derajatnya.
Allah membiarkannya berjalan, “Mari kita ikuti jalurmu, dan Aku akan tunjukkan ke mana ini akan membawamu, karena ilmu yang kamu pikir kamu miliki, kamu peroleh melalui buku-buku. Tetapi itu bukan ilmu yang Allah (Azza wa Jal) ajarkan, karena buku-buku yang kamu baca, puisi yang kamu hafal, dan segala yang kamu lakukan, itu memberikan batasan kanan dan kiri, depan dan belakangmu, tetapi belum mencakup apa yang Allah (Azza wa Jal) berikan, ‘allama, ‘yang Aku ajarkan kepadamu.’”
Nabi (sallallahu alayhi wa sallam) datang untuk menjelaskan bahwa kedudukan itu hanya dicapai melalui kepatuhan (itibah), hanya melalui disiplin dan pelatihan, dan hanya melalui penghancuran ego. Ketika kamu mengikuti dan mereka menghancurkanmu, kamu mengikuti dan mereka menghancurkanmu, maka kamu mencapai derajat “sami’na wa ata’na.”
2:285 – “…Kami dengar dan kami taat, ampunilah kami wahai Tuhan kami, dan kepada-Mu akhir segala perjalanan.” (Surat Al-Baqarah)
Awliya Mewarisi dari Ahlul Bayt dan Sahabat Nabi (as)
Para sahabat Nabi (sallallahu alayhi wa sallam) adalah teladan yang darinya kita mewarisi, dari kedudukan mereka; mereka menaungi kita dengan bayangan mereka. Artinya, kita mewarisi dari Nabi (sallallahu alayhi wa sallam), dari Ahlul Bayt (sallallahu alayhi wa sallam), sahabat Nabi (sallallahu alayhi wa sallam), dan semua ulama yang mewarisi, dan mereka mencurahkan bayangan realitas itu kepada kita. Kita mengikuti jalan Nabi (sallallahu alayhi wa sallam). Kita mencapai kedudukan itu melalui kepatuhan dan ketaatan kita. Dengan ketaatan kita, kita dihancurkan, dan Allah (Azza wa Jal) menggambarkan mereka dan kebersamaan mereka dengan jiwa-jiwa suci ini, bahwa Allah (Azza wa Jal) ‘allamal Qur’an, khalaqal insaan. Mereka telah mencapai rahmat, lalu Kami berikan ilmu-ilmu kepada mereka.
55:2-3 – “Dia yang mengajarkan Al-Qur’an. Dia yang menciptakan manusia.” (Surat Ar-Rahman)
18:65 – “Maka mereka menemukan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang Kami berikan rahmat dari sisi Kami dan Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Surat Al-Kahfi)
Sayyidina Khidr (alayhis salaam) adalah contoh dari itu. Dia mencapai rahmat, lalu Allah memberinya ilmu-ilmu. Sementara Setan, dia memiliki ilmunya sendiri dan menganggap ilmunya lebih unggul, sehingga dia tidak bersujud kepada Sayyidina Adam. Dia kini berada dalam konflik langsung dengan ilmu yang Allah (Azza wa Jal) anugerahkan kepada hamba ini. Seperti halnya mereka menentang orang-orang saleh, menentang ulama, dan menentang semua Awliya (para wali).
Siapa yang Bisa Berbicara?
Mereka menjelaskan, karena siapa yang bisa berbicara? Yang berbicara adalah orang yang mewarisi dari Nabi (sallallahu alayhi wa sallam) – samina, Ya Seen, yaqeen us Sami’. Mereka memiliki keyakinan dari Sifat al-Sami’ (salah satu sifat Allah), bahwa telinga mereka mendengar. Mereka mewarisi hadis bahwa: kamu mendekat kepada-Ku melalui ibadah sunnah, bukan melalui kewajibanmu. Kewajibanmu sudah wajib bagimu.
“…Hamba-Ku terus mendekat kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Ketika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang dia gunakan untuk memegang, dan kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta sesuatu kepada-Ku, pasti Aku berikan…” (Hadis Qudsi, Sahih al-Bukhari, 81:38:2)
Melalui ibadah sunnahmu, Aku menjadi pendengaranmu. Jika Allah (Azza wa Jal) menganugerahkan pendengaran itu, maka kamu mulai mendengar apa yang Allah (Azza wa Jal) ingin kamu dengar. Hamba itu kini memasuki samudra kepasrahan melalui ketaatan dan mengikuti para syaikh.
Jangan Berbicara di Hadapan Pembimbing, Bahkan Jika Kamu Nabi Musa (as)
Ini mulai mengajarkan, Allah (Azza wa Jal) memberikan contoh Sayyidina Khidr (alayhis salaam) dengan Sayyidina Musa (alayhis salaam). Bahkan jika kamu adalah Kaleemullah (yang berbicara dengan Allah), ketika kamu datang ke realitas ini dan menginginkan realitas ini, ikuti hamba itu dan jangan berbicara. Jangan menunjukkan ilmu apa pun, jangan menunjukkan dirimu, jadilah tidak ada. Apa yang kamu pikir kamu ketahui dari buku dan apa yang kamu baca, itu seperti lilin dibandingkan dengan matahari.
Apa yang sudah tertulis di kertas sudah usang. Apa yang tertulis di kertas sudah tua. Yang mereka cari adalah ilmu-ilmu dan realitas yang memancar seperti sinar matahari dari hati Sayyidina Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam). Setiap saat Allah (Azza wa Jal) berfirman: Aku dalam tajalli baru, setiap saat Aku dalam kemegahan dan pakaian baru. Pakaian itu menghiasi Nabi (sallallahu alayhi wa sallam) dan dari Nabi (sallallahu alayhi wa sallam) mengalir ke seluruh ciptaan.
53:2-5 – “Sahabatmu [Muhammad] tidak sesat dan tidak pula keliru. (2) Dia tidak berbicara dari hawa nafsu. (3) Ini hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. (4) Dia diajarkan oleh yang Maha Kuat. (5)” (Surat An-Najm)
Kedudukan Nabi Yaqub (as) dan Mimpi Yusuf (as)
Mereka mulai mengajarkan sifat-sifat yang diinginkan, seperti untuk Sayyidina Yusuf (alayhis salaam). Betapa unggulnya ilmu yang Allah (Azza wa Jal) berikan sebagai contoh lain. Seorang nabi Allah yang berdiri, Sayyidina Yaqub (alayhis salaam), yang memiliki sebelas putra, semuanya nabi, dan dua belas dengan Sayyidina Yusuf (alayhis salaam). Dia melahirkan sebelas nabi Allah (Azza wa Jal). Untuk memahami derajat (kedudukan) karena Nabi Musa tunduk, semua malaikat tunduk dan melakukan sujud penghormatan. Allah (Azza wa Jal) menggambarkan dalam surah paling disukai-Nya, Surat Yusuf (as), dan makna mendalam realitasnya.
12:3 – “Kami ceritakan kepadamu kisah paling indah, melalui apa yang Kami wahyukan kepadamu dari Al-Qur’an ini…” (Surat Yusuf)
Yusuf (as) datang kepada ayahnya dan berkata, “Wahai ayah, aku bermimpi melihat matahari dan bulan serta semua bintang bersujud kepadaku.”
12:4 – “Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, ‘Wahai ayahku, sesungguhnya aku melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan; aku melihat mereka bersujud kepadaku.’” (Surat Yusuf)
Lalu orang-orang yang tidak ingin mengadakan majelis, tidak ingin berzikir kepada Allah, dan tidak ingin melakukan ibadah apa pun, Allah (Azza wa Jal) mengajarkan kepada mereka yang memiliki hati, bahwa sujud itu; mereka melakukan sujud. Dia berkata, “Seluruh alam ini bersujud kepadaku, wahai ayah.” Karena realitasnya akan terungkap, belum saat ini, belum sekarang.
Apa yang kamu lihat adalah apa yang Allah (Azza wa Jal) ingin kita ketahui dari Al-Qur’an yang suci karena itu adalah firman kuno Allah (Azza wa Jal). Allah tidak mencampurkan syirik dalam firman-Nya. Dia mengajarkan: tidak, tidak ada penyembahan, mereka semua jelas kepada siapa mereka menyembah. Tetapi Aku ingin kamu memahami maqam (kedudukan) dan derajat ini, mereka membutuhkan penghormatan (ihtiraam) yang luar biasa, dan penghargaan yang luar biasa, melampaui apa yang bisa kamu bayangkan untuk raja-raja, kamu lakukan untuk Raja-raja-Ku, yang Aku anugerahkan di langit, yang duduk di atas ‘arsh. Mereka duduk di kursi dan takhta di hadapan kehadiran Ilahi.
37:40, 43-44 – “Kecuali hamba-hamba Allah yang ikhlas. (40) Di taman-taman penuh kenikmatan. (43) Berhadapan satu sama lain di atas takhta kemuliaan. (44)” (Surat As-Saffat)
Apa yang Diwakili Matahari, Bulan, dan Bintang dalam Mimpi Yusuf (as)
Dia (Yusuf) berkata, “Ayah, aku melihat matahari,” yang merupakan sumber segala petunjuk. “Aku melihat bulan,” Maqam al-Fardani, yang sempurna dalam kepasrahan. “Aku melihat semua bintang,” majelis semua Awliyaullah, “semuanya bersujud kepadaku.” Ayahnya berkata, “Jangan bicarakan maqam itu. Saudara-saudaramu tidak akan menyukainya, kamu sudah memiliki masalah, kamu sudah bersinar dari keindahan.” Keindahan apa? Dia membawa Noor Muhammadi (sallallahu alayhi wa sallam). Itu memancar dengan kuat pada dirinya, dan mereka belum pernah melihat keindahan dan cahaya seperti itu, dan iri hati yang ditimbulkannya…
Mengapa Yusuf (as) Dibuang ke Sumur?
Sepanjang ujiannya, ini memberi kita contoh, kamu ingin cahaya itu? Kamu ingin ilmu itu? Itu bukan dari membaca. Apa yang kamu baca, Allah ingin meniadakannya. Itu sebabnya Dia mengirim Sayyidina Yusuf ke dalam sumur. Dia berkata, apa yang disampaikan ayahmu kepadamu sudah usang, yang Aku inginkan bagimu adalah realitas yang berbeda. Dan Dia mengilhamkan kepada saudara-saudaranya untuk mengambilnya dan melemparkannya ke dalam sumur, dan di dalam sumur kakinya terluka saat jatuh.
12:10 – “Salah satu dari mereka berkata: ‘Jangan bunuh Yusuf, tetapi jika kalian harus melakukan sesuatu, lemparkan dia ke dasar sumur; beberapa kafilah pelancong akan mengambilnya – jika kalian mau melakukan sesuatu.’” (Surat Yusuf)
Ilmu Ilahi Berasal dari Hati, Bukan dari Buku
Ini berarti jalan ini akan sangat sulit, bukan dari apa yang kamu capai saat mengambil buku. Buku memberi petunjuk, jangan keluar dari jalur, jangan menjadi liar, tetaplah dalam syariat. Yang Allah (Azza wa Jal) gambarkan adalah bahwa Sayyidina Yusuf dilemparkan ke dalam lubang, berarti sekarang kehendaknya telah diambil darinya, dipisahkan dari buku-buku, berarti ilmu ayahnya dan sebelas nabi. Yang Allah ingin sampaikan kepadanya adalah sesuatu yang benar-benar berbeda.
Ini adalah bulan khalwah dan konsep isolasi, untuk mengisolasi diri kita, terpisah dari segala yang kita baca. Ini bukan berasal dari membaca. Ini berasal dari hati, bahwa melalui isolasi itu dia dilemparkan ke dalam sumur dan kemudian dibeli dan diambil oleh pedagang yang menjadikannya budak.
Berarti Allah (Azza wa Jal) sekarang menggambarkan: kamu tidak akan datang kepada-Ku dengan derajat dari ayahmu. Kamu tidak akan mengatakan kepada-Ku bahwa ayahmu adalah nabi dan kamu memiliki sebelas saudara yang nabi, sehingga kamu mewarisi ini. Tidak, tidak, Aku akan melemparkanmu ke dalam lubang karena banyak orang berkata, “Oh, ayahku seperti ini, pamanku seperti ini, seluruh keluargaku di tarekat.” Bagus untukmu. Allah tetap akan melemparkanmu ke dalam lubang. Karena akan ada ujian dan kesulitan. Hanya melalui ujian dan kesulitan Allah (Azza wa Jal) berfirman dalam Al-Qur’an, apakah kamu ingin mewarisi? Maka Aku akan mengajarmu, Aku akan mengujimu seperti mereka yang datang sebelummu. Tidak ada kecurangan.
29:2-3 – “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan berkata, ‘Kami beriman’ dan mereka tidak akan diuji? (2) Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, … dan Allah pasti akan menunjukkan siapa yang jujur dan siapa yang dusta.” (Surat Al-Ankabut)
Syaikh dan Bimbingan Mereka Mengeluarkanmu dari Sumur
Siapa yang datang (menyelamatkannya) mengambilnya sebagai budak, mereka menangkapnya dan berkata, “Ini akan menjadi yang baik,” mereka bisa melihat cahaya padanya, “mungkin kami akan mendapatkan berkah dari orang ini,” dan mereka mengambil Sayyidina Yusuf. Ini berarti pembimbing akan datang dan mengambilmu. Harus ada murshid. Harus ada pembimbing. Harus ada pembimbing untuk datang dan mengeluarkanmu.
Dia mengeluarkanmu, sekarang kamu adalah tawanan, kamu tidak lagi memiliki kehendakmu, dan kamu tidak berbicara. Itu sebabnya kemudian tarekat datang dan membawa adab (tata krama) bahwa: jangan pernah berbicara di hadapan syaikhmu. Kamu hanyalah lilin di hadapan matahari, dan matahari itu adalah lilin di hadapan matahari lainnya, dan matahari itu adalah lilin di hadapan matahari lainnya.
Harus ada adab, etika, matikan dirimu dalam kode biner agar syaikh bisa ‘hidup’. Jika kamu ‘hidup’, syaikh akan ‘mati’ dan tidak ada lagi penyampaian realitas. Seseorang harus ‘hidup’. Kode biner mengajarkan kita: kamu mati dan mereka akan hidup dan mereka akan menyampaikan. Dan melalui semua ujian adalah pengajaran tentang biner. Bagaimana dihancurkan dan dimatikan agar di hadapan kehadiran Ilahi kita memiliki realitas itu, di hadapan kehadiran kenabian kita memiliki realitas itu, dan di hadapan ulul amr kita memiliki realitas itu.
Khalwah Pertama (Penyepian) – Yusuf (as) Dibuang ke Sumur
Sayyidina Yusuf (alayhis salaam) diajarkan bahwa kini ia adalah seorang budak, akan dibeli dan dijual. Dan seorang raja, Malik al-‘Aziz, karena Sifat al-‘Aziz yang tidak ada sesuatu pun yang luput darinya. Allah memiliki sifat al-‘Aziz (Yang Maha Perkasa), yang berarti tidak ada yang bisa lepas dari kehendak Allah. Bukan kebetulan bahwa Allah (Azza wa Jal) memberikan kerajaan kepada raja ini… karena setiap pesan harus abadi bagi kita. Bukan sekadar, “Oh, ini cerita indah tentang Sayyidina Yusuf (alayhis salaam).”
Tidak, ini adalah cerita untukmu. Ini adalah hidupmu. Mereka akan mengambilmu dan memisahkanmu dari segala yang kamu anggap penting, entah itu ayah, ibu, pasangan, atau orang-orang yang kamu sayangi. [Syekh menunjuk seseorang di hadapan] Berapa tahun kamu duduk di ruang tamu sementara istrimu pergi bekerja? Dan semua orang menentangmu, berkata, “Ngapain kamu duduk terus sama orang itu (Syekh) sepanjang waktu?”
Jalan ini adalah jalan persahabatan, jalan ujian. Jangan lihat syekh sekarang yang hanya duduk di sofa. Tapi bagaimana hidupnya? Seperti apa tingkat ujiannya? Ujian yang terus-menerus, penghinaan yang terus-menerus, kesulitan yang terus-menerus, selalu memberikan segalanya, terus-menerus digosok dan digosok hingga setiap hari kamu merasa ingin kabur. Mengapa? Karena seperti budak. Sayyidina Yusuf (alayhis salaam) dibeli. Kita hanya mendengar versi singkatnya di Al-Qur’an, tapi itu adalah kehidupan yang panjang. Orang-orang yang dibeli ini, hidupnya tidak mudah. Ada pekerjaan menggosok dan membersihkan, pekerjaan yang sangat merendahkan di dalam istana. Dan ini dialami oleh seseorang yang terlahir sebagai Nabi (alayhis salaam).
Dunia (Duniawi) Akan Menggodamu
Jadi, ini adalah kehidupan penuh ujian. Hingga raja menguji dan menguji, lalu istrinya datang. Istri itu melambangkan dunia, dan segala sesuatu dari dunia memandangnya dan ingin menyerahkan diri sepenuhnya kepadanya. Artinya, dunia akan menggoda kamu karena keindahan, tajalli, dan cahaya yang kamu bawa. Dunia ingin melayanimu dan bersujud di kakimu, berkata, “Apa yang kamu mau dari kami, kami akan memberikan segalanya!”
Ini berarti setiap wanita yang datang ke hadapannya—makanya Nabi (sallallahu alayhi wa sallam) menggambarkan, ketika kamu mulai bermimpi tentang wanita, itu adalah dunia dalam dirimu. Hingga wanita itu berubah menjadi sesuatu yang sangat tua, jahat, dan menyedihkan, maka kamu tahu hatimu telah kehilangan cinta pada dunia. Jika kamu terus bermimpi tentang wanita cantik, itu berarti dunia masih sangat kuat di hatimu. Karena dunia datang kepadamu sebagai wanita untuk memikatmu, “Ayo, sayangku, pria tampan berjanggut.” [semua tertawa] Hingga dunia itu menjadi bau, menyedihkan, dan tua, sehingga kamu memandangnya, “Yaa Latif,” dan kamu lari, lari dalam mimpimu karena tidak bisa lepas, dan dunia itu mencoba menciummu. Saat itu kamu tahu dunia telah keluar dari hatimu.
Lalu, Sayyidina Yusuf menyadari bahwa apa pun yang dia lakukan, dia tidak bisa menghentikan dunia yang mengejarnya. Khalwah pertama adalah ketika Allah melemparkannya ke sumur. Khalwah kedua adalah ketika Sayyidina Yusuf menyadari. Ini adalah bulan khalwah, Sayyidina Yusuf menyadarinya ketika mereka datang dan wanita itu mengejarnya. Mereka berkata, “Mari kita uji.” Ini semua versi singkat (dari cerita) agar muat dalam waktu dua puluh menit. Mereka berkata, “Mari kita uji, istri raja mengejarmu? Mereka bilang, ‘Tidak, tidak, mari kita lihat di mana dia meraih. Jika dia meraih bagian depan (baju), berarti Yusuf yang mengejarnya. Jika dia berusaha kabur dan punggungnya tercakar, berarti dunia yang mengejarnya.’” Mereka menyadari, tidak, dunia yang mengejarnya karena bagian belakang bajunya robek. Saat itu Sayyidina Yusuf (alayhis salaam) berkata, “Yaa Rabbi, kurasa penjara lebih baik bagiku daripada dunia ini.”
Ini adalah tarekat, jalan menuju makrifat. Dia berkata, “Yaa Rabbi, aku tidak mampu mengendalikan barakah yang Engkau berikan kepadaku.” Itulah mengapa orang-orang mencuri segala jenis barakah. Kamu tiga kali ikut majelis zikir, dan segala yang terbuka seharusnya untuk tarekat, tapi semua orang jadi gila dan lari ke berbagai arah. “MasyaAllah, semua ini terbuka, Syekh. Sampai jumpa, Syekh!” Mereka mengambil semua pembukaan dan mulai lari ke arah yang berbeda.
Khalwah Kedua (Penyepian) – Yusuf (as) Meminta Penjara
Sayyidina Yusuf (alayhis salaam) mengajarkan, “Yaa Rabbi, aku menyadari ke mana pun aku lari, mereka mengejarku. Tidak ada jalan keluar. Aku belum siap. Sekarang izinkan aku masuk ke penjara.” Saat itu dia meminta, “Yaa Rabbi, izinkan aku masuk khalwah.” Selama tujuh tahun dia tinggal di penjara dengan kerja keras dan kesulitan, dan setelah itu dia keluar.
Artinya, setelah khalwah tujuh tahun, dia keluar dan raja berkata, “Sekarang kamu siap.” Malik al-‘Aziz, Sifat al-‘Aziz. Apa yang diberikan Sifat al-‘Aziz kepadanya? Kamu akan menjadi raja atas rezeki. Jadi, Sifat al-‘Aziz (Yang Maha Perkasa), yaa ‘Aziz, yaa Razaq; rezekimu langsung terhubung dengan Sifat al-‘Aziz. Itulah mengapa kita punya zikir di bawah [Pusat Naqshbandi Vancouver]; zikir di bawah: “Ya Mawlana Shah Bahauddin Naqshband Muhammad Uwaysi al-Bukhari, Yaa ‘Azizu yaa Razaq, Yaa ‘Azizu yaa Razaq.”
بحق مولانا شاه بها الدين نقشبند محمد الاويسي البخاري، يا عزيز و يا رزاق، يا عزيز و يا رزاق
“Ba Haqqi Mawlana Shah Bahauddin Naqshband Muhammad Uwaysi al-Bukhari, Yaa ‘Azizu yaa Razaq, Yaa ‘Azizu yaa Razaq.”
Ini adalah salah satu rahasia yang dibawa Mawlana Shah Naqshband dari sifat-sifat ini. Bahwa jika Allah (Azza wa Jal) mulai memilih dan melatihmu, Dia mengajarkan, “Aku akan menghiasimu dengan sifat itu, bahwa malik dan kesultanan dari Nama itu akan menghiasi jiwamu, dan semua rezeki akan berada di bawah kendalimu karena tidak ada yang luput dari Sifat al-‘Aziz-Ku (Yang Maha Perkasa).” Kamu hanya perlu meminta dalam hatimu apa yang kamu butuhkan, dan Allah (Azza wa Jal) akan memudahkan dan menggerakkannya ke arahmu.
Ujian Membangun Karakter, Mengarah pada Rahmah – Kemudian Ilmu Ilahi
Tanpa latihan itu, tanpa pelatihan khalwah, tanpa penghancuran dalam tarekat, bukan sekadar membaca atau berpikir, “Saya lebih paham bahasa Arab daripada kamu, biar saya bicara.” Bukan ilmu seperti itu yang dibangun di atas ego dan sifat-sifat buruk. Tetapi yang diajarkan Allah (Azza wa Jal): tidak, ketika Aku mulai menghancurkanmu, mengambil jalan penghancuran demi penghancuran, Kami mulai melihat kesempurnaan karaktermu. Jika Kami melihat kesempurnaan karakter itu, Aku akan mewariskan kepadamu, karena kamu akan mencapai Rahmah.
18:65 – “Fawajada ‘abdan min ‘ibadinaa ataynahu rahmatan min ‘indina wa ‘allamnahu mil ladunna ‘ilma” (Surat al-Kahfi)
“Maka mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat dari sisi Kami, dan Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Al-Qur’an, Gua 18:65)
Apa itu Rahmah? Itu adalah kehadiran Sayyidina Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam) yang mulai menghiasi jiwa itu, mulai menghiasi cahaya itu. Dengan ciptaan itu, dengan cahaya di atas cahayamu, maka Kami akan memberikanmu ‘ilm laduni wa hikmati bis-shalihin (Ilmu Ilahi dan Kebijaksanaan Orang-orang Saleh).
Allah Memberikan Ilmu yang Seimbang dengan Kebijaksanaan
Ilmu itu harus seperti dua sayap. Ketika Allah ingin menganugerahkan Madina – Al-Qur’an dari hati Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam), ilmu itu harus seimbang dengan hikmah (kebijaksanaan). Hikmah adalah bagaimana kamu memberikan dosis obat. Hikmah dan kebijaksanaan adalah tentang cara memberikan dosis. Jangan sampaikan sesuatu kepada orang yang belum siap menerimanya. Itulah mengapa ketika kamu mendengar kata-kata Syekh, kamu tidak punya izin untuk menyampaikannya kepada orang lain. Karena jika kamu berbicara kepada seseorang yang sama sekali belum siap, kamu bisa membuat mereka sakit, marah, dan bingung. Itulah mengapa para pembimbing adalah pembimbing, karena mereka memahami tingkat di mana hikmah harus diberikan; itulah kebijaksanaan tentang apa yang perlu dibicarakan. Dan pembicaraan itu hanya untuk jiwa-jiwa tertentu, dan mereka yang diilhamkan Allah (Azza wa Jal) untuk ikut mendengarkan secara langsung atau menonton secara daring.
Ilmu dan realitas itu yang kita cari. Di mana Allah (Azza wa Jal), jika Dia mengeluarkanmu dari penjara itu dan memasukkanmu ke dalam khalwah, mengeluarkanmu dari khalwah itu, lalu mulai menghiasimu dengan cahaya Sayyidina Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam) berdasarkan akhlak yang baik. Akhlak itu memahami sepenuhnya untuk “mematikan diri,” terutama di hadapan Syekh. Ketika mereka “mati,” benar-benar “mati,” maka Syekh mengusir mereka dan berkata, “Sekarang kamu hidup.” Kamu berada di lautan di mana kamu “hidup.” Dan hanya melalui ujian, mereka mempercayai apa yang kamu dengar, karena jika mereka tidak mengujimu dan tidak menghancurkanmu, kemungkinan besar yang kamu dengar adalah akhlak burukmu sendiri dan was-wasmu. Jika mereka tidak mengujimu dan tidak menghancurkanmu, mereka tidak mempercayai apa yang kamu lihat, karena apa yang kamu lihat bisa jadi dari dunia jin dan permainan jin.
Semua penghancuran ini membawa kesempurnaan pada apa yang kamu dengar. Saya mendengar guruku, saya mendengar Syekhku, saya mendengar apa yang Allah (Azza wa Jal) inginkan di atas segalanya, saya mendengar apa yang Nabi (sallallahu alayhi wa sallam) inginkan di atas segalanya, dan apa yang diperintahkan oleh ulul amr. Jika saya tidak bisa menerima perintah dan ajaran ulul amr, bagaimana saya bisa mendengarkan Nabi (sallallahu alayhi wa sallam)? Itu tidak mungkin.
Itulah mengapa itibah (mengikuti) dan persahabatan itu penting. Hanya melalui persahabatan, mereka mulai mengujimu.
9:119 – “Ya ayyuhal ladheena amanoo ittaqollaha wa kono ma’as sadiqeen.” (Surat at-Tawbah)
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bergabunglah dengan orang-orang yang jujur (dalam perkataan dan perbuatan).” (Al-Qur’an, Taubat 9:119)
Mereka mulai mengujimu dan mengguncangmu, “ Bergerak ke kiri,” “Tidak, saya tidak mau ke kiri sekarang.” Baiklah, kamu belum siap. “Bergerak ke kanan,” “Tidak, saya tidak mau ke kanan sekarang.” Baiklah, kamu belum siap. Semua itu untuk mengguncang, untuk melihat tingkat kepasrahanmu. Begitu kamu mulai menyerah, mereka mempercayai apa yang kamu dengar, mereka mempercayai apa yang kamu lihat, mereka mempercayai apa yang masuk ke hatimu. Mereka mempercayai apa yang dihasilkan tanganmu, dan mereka mempercayai ke mana kakimu melangkah. Jika mereka mempercayai panca indramu, maka mereka memintamu untuk mewakili mereka ke mana pun kamu pergi.
Ke mana pun kamu pergi, kamu mewakili mereka, dan mereka berbicara melalui lidahmu. Mereka mendengar melalui telingamu, mereka melihat melalui matamu, mereka bernapas melalui napasmu, mereka memegang tangan dan mendukung tanganmu, dan mereka adalah qadam (langkah) di mana kamu berbicara, dan itulah realitas yang mereka minta kita cari.
Nabi Yaqub (as) Bersujud kepada Ilmu Ilahi Sayyidina Yusuf (as)
Realitas itu ditunjukkan Allah (Azza wa Jal) pada akhirnya, setelah semua ujian Sayyidina Yusuf. Apa yang dilakukan Sayyidina Yaqub? Dia datang menemui putranya dan bersujud.
12:100 – “Wa rafaa abawayhi alal arshi wa kharro lahu sujjadan, wa qala ya abati hadha taweelu ruyaya min qablu qad jaalaha rabbi haqqan wa qad ahsana bee idh akhrajani mina assijni …innahu huwal ‘Aleemul Hakeem.” (Surat Yusuf)
“Dan dia mengangkat kedua orang tuanya ke atas singgasana, dan mereka tersungkur bersujud kepadanya. Yusuf berkata, ‘Wahai ayahku, inilah takwil mimpiku dahulu; Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. Dan Dia sungguh baik kepadaku ketika mengeluarkanku dari penjara… Sesungguhnya, Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.’” (Al-Qur’an, Yusuf 12:100)
Allah menggunakan kata sajdah. Dia datang dan melihat Sayyidina Yusuf (alayhis salaam), lalu berkata betapa besar barakah, betapa besar keberkahan. Semuanya ada dalam surah itu. Itulah mengapa Allah (Azza wa Jal) berkata: ini adalah surah yang indah. Aku akan mengambil apa pun gelar yang kamu miliki dan menempatkanmu dalam kesulitan, melalui semua penghancuranmu. Lalu kamu akan meminta penyepian. Aku akan mengeluarkanmu dari penyepian dan Aku akan menghiasimu dengan Nama-Nama-Ku. Nama-nama suci (asma ul Husna) itu memiliki segala otoritas.
Khalwah Pertama (Penyepian) – Secara Paksa: Allah Mengambil Segala Gelar yang Kamu Miliki dan Menempatkanmu dalam Kesulitan, Ujian, dan Penghancuran
Khalwah Kedua (Penyepian) – Sukarela: Lalu Kamu Akan Meminta Penyepian.
Ilmu – Allah Mengeluarkanmu dari Penyepian dan Menghiasimu dengan Nama-Nama Suci dan Sifat-Sifat Ilahi-Nya
Awliya (Para Wali) Memberikan Rezeki, Cahaya sebagai Penopang Jiwa
Rezeki (rizq) adalah rezeki dari langit (samaa) terlebih dahulu, dari Malakut (alam malaikat). Ketika Allah (Azza wa Jal) menghiasimu dengan rezeki, bukan berarti Dia memberikan uang tunai untuk membeli Porsche. Rezeki itu adalah cahaya yang datang dari jiwa. Allah (Azza wa Jal) akan menjadikanmu pengelola cahaya dan energi ini. Dari cahaya yang dimiliki jiwamu, Allah (Azza wa Jal) mengizinkanmu untuk menyebarkan cahaya itu, dan itu memberikan rezeki bagi jiwa setiap orang dalam perkumpulan itu. Jika Allah (Azza wa Jal) mulai mengirimkan cahaya ini ke jiwamu, semua rezekimu, termasuk rezeki fisik, akan berubah karena pentingnya rezeki adalah jiwa, bukan tubuh yang sementara. Menjadi kaya di jiwa adalah yang terpenting menurut Allah (Azza wa Jal).
Artinya, jiwa-jiwa ini adalah jiwa yang penuh muatan, dipenuhi dengan cahaya. Jika Allah (Azza wa Jal) memberikan izin kepada penjaga itu, maka cahaya yang memancar dari mereka akan menyebar dan menghiasi jiwa setiap orang. Jika kamu cukup dihiasi, terus dihiasi, dan terus dihiasi, apa yang terjadi? Semua rezeki fisikmu berubah karena sekarang kamu adalah jiwa yang dimuliakan, jiwa yang diberkahi. Ke mana pun kamu melangkah, cahaya Syekhmu telah menghiasimu. Bahkan malaikat yang menjagamu harus berubah. Ke mana pun kamu pergi, orang-orang berkata, “SubhanAllah, kamu memiliki cahaya yang berbeda dari yang pernah kami lihat pada orang lain.” Ini berarti segala sesuatu tentang hamba itu mulai berubah karena kehormatan cahaya yang telah diberikan kepadanya. Akibat dari cahaya-cahaya itu, maka ‘allama isma kullaha.
2:31 – “Wa ‘allama Adamal Asma a kullaha…” (Surat al-Baqarah)
“Dan Dia mengajarkan Adam nama-nama (segala realitas)…” (Al-Qur’an, Sapi Betina 2:31)
Kemudian Allah (Azza wa Jal) berfirman: jiwa yang kamu bawa adalah jiwa yang dimuliakan. Dengannya, Aku akan menghiasinya dengan kekuatan, cahaya, dan malaikat-malaikatnya. Semua itu adalah ilmu-ilmu ilahi. Jiwa yang fulkul mashhoon (kapal yang penuh muatan) dipenuhi dengan energi, dan hasil sampingannya adalah ilmu. Itulah yang Allah (Azza wa Jal), Sayyidina Adam (alayhis salaam), dan Sayyidina Yaqub (alayhis salaam) saksikan. Malaikat bersujud pada keunggulan ilmu itu. Sayyidina Yaqub adalah nabi dari Bani Israel. Apa yang digambarkan Nabi (sallallahu alayhi wa sallam) tentang ‘ulama di bawah Sayyidina Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam)? Bahwa mereka adalah pewaris…
عُلَمَاءِ وَرِثَةُ الْأَنْبِيَاء
“Al ‘Ulama warithat ul anbiya.”
“Para ulama adalah pewaris para nabi.” – Nabi Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam)
Artinya, mereka mewarisi maqam di mana malaikat bersujud, ciptaan bersujud pada ilmu dan pengetahuan yang memancar dari hati mereka karena mereka menyebarkan Haqiqat al-Muhammadiyya, realitas tertinggi dari segalanya.
53:5-6 – “‘Allamahu shadeedul quwa. (5) Dho mirratin fastawa. (6)” (Surat an-Najm)
“Dia diajarkan oleh yang sangat kuat. (5) Yang memiliki kekokohan. Dan dia naik ke bentuk aslinya. (6)” (Al-Qur’an, Bintang 53:5-6)
Ilmu dari Bani Israel tidak memiliki akses ke pengetahuan itu. Keagungan ilmu itu berasal dari atas gerbang itu, yaitu semua realitas Sayyidina Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam). Jika untuk Bani Israel, Sayyidina Yaqub bersujud sebagai bentuk ihtiram (penghormatan), bayangkan betapa besar ihtiram bagi mereka yang membawa realitas Umat Sayyidina Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam).
Kami berdoa agar Allah (Azza wa Jal) membukakan pemahaman bagi kami tentang bulan Rajab yang suci ini dan Isra wal Mi’raj. Bahwa kami berada di bawah bendera Sayyidina Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam) dan keagungan bendera itu yang disebut Qaaba Qawsayni aw Adna.
53:7-9 – “Wa huwa bil Ufuqil a’la. (7) Thumma dana fatadalla. (8) Fakana qaba qawsayni aw adna. (9)” (Surat an-Najm)
“Sementara dia berada di ufuk yang tertinggi. (7) Kemudian dia mendekat dan turun. (8) Hingga jaraknya dua panjang busur atau lebih dekat. (9)” (Al-Qur’an, Bintang 53:7-9)
Apa yang terus-menerus dihiasi pada Nabi (sallallahu alayhi wa sallam) dari kedekatan laa ilaaha illAllah Muhammadun Rasulullah (sallallahu alayhi wa sallam), di mana tidak ada yang bisa menyela realitas itu. Itu adalah Mi’raj yang abadi menuju lautan realitas, itulah bendera yang Allah (Azza wa Jal) berikan kepada kita: Aku tidak menjadikanmu dari umat lain, Aku menjadikanmu dari umat yang berada di Qaaba Qawsayni aw Adna dan secara abadi dihiasi oleh realitas-realitas ini, diberkahi oleh realitas-realitas ini.
Kami berdoa agar Allah (Azza wa Jal) membukakan Isra wal Mi’raj bagi kami menuju hati Nabi (sallallahu alayhi wa sallam). Mi’raj Nabi (sallallahu alayhi wa sallam) adalah menuju kehadiran Allah, sedangkan Mi’raj kami adalah menuju hati Sayyidina Muhammad (sallallahu alayhi wa sallam).
Subhaana rabbika rabbil ‘izzati amma yasifoon wa salaamun ‘alal mursaleen wal hamdulillahi rabbil ‘aalameen. Bi hurmati Muhammad al-Mustafa wa bi sirri surat al-Fatiha.
Leave a Reply