Dari Realitas Mawlana Syekh (Q) yang diajarkan oleh Syekh Nurjan Mirahmadi.
A’udhu Billahi min ash-Shaitanir Rajeem
Bismillahir Rahmanir Raheem
Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Memohon madad (bantuan) dari para syekh dan pembimbing tarekat Naqshbandi, dan bahwa kami bukan syekh, bukan pembimbing. Memohon untuk berbagi dari ajaran Mawlana Syekh, yang berasal dari hati Nabi ﷺ dari Kehadiran Ilahi.
Al-Qur’an adalah Kalam Ilahi Allah (AJ)
InsyaAllah, kita memasuki bulan suci Ramadan, bulan suci Qur’an al-Majeed, di mana kita membaca Al-Qur’an Suci, menghafalnya, merenungkan, dan meresapinya. Dan memahami bahwa setiap kata, terutama yang berkaitan dengan Al-Qur’an Allah (AJ), adalah Kalam Ilahi yang ‘tidak diciptakan’. Artinya, kita harus selalu menjaga dalam hati bahwa Al-Qur’an bukan ciptaan. Itu adalah Kalam Ilahi Allah (AJ). Dan untuk sekadar memahami atau menuju pemahaman tentang apa itu huruf-huruf Al-Qur’an Suci. Ini memberi kita pemahaman tentang apa yang akan menghiasi kita, cahaya apa yang akan menghiasi kita, apa manfaat dan kekuatan bagi jiwa dari Al-Qur’an Suci.
Huruf-Huruf dalam Kata Qur’an
Qaf dalam Kata Qur’an Mewakili Qudra (Kekuatan Ilahi) Allah (AJ)
Kemudian kita melihat pada Qur’an – qaf, ra, alif, nun. Kekuatannya, Qaf wal Qur’an al-Majeed. Ini berarti qaf memegang kekuatan. Bahwa qaf dan lautan Qudra Ilahi Allah (AJ), Kekuatan Ilahi Allah (AJ) adalah sumber energi dan cahaya ini, yang bergerak. Nanti kita akan membahas dari mana itu bergerak, tetapi untuk memahami bahwa kita dihiasi oleh qaf. Allah (AJ) dalam Al-Qur’an Suci berkata, “Qaf wal Qur’an al-Majeed.” Artinya, untuk menarik perhatian kita pada qaf dan bahwa ini adalah sumber Lautan Kekuatan yang kita inginkan untuk dihiasi oleh cahaya-cahaya ini.
﴾ق ۚ وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ ﴿١
50:1 – “Qaf, wal Quranil Majeed.” (Surat Qaf)
“Qaf. Demi Al-Qur’an yang mulia.” (Huruf Qaf, 50:1)
Nun Mewakili Nur (Cahaya) yang Berasal dari Qudra Itu
Qaf itu menghiasi nun dari Qur’an. Nur (cahaya) yang berasal dari nun itu bukan seperti nur lainnya, karena kita memiliki banyak lapisan dan tingkatan nur. Tetapi nun dan nur ini berasal dari qaf. Itulah cahaya yang kita mohon untuk dihiasi. Itulah cahaya yang menghiasi jiwa dengan realitas abadinya.
Kemudian Mawlana Syekh mengarahkan kita untuk memahami karena kita ingin dihiasi oleh realitas ini. Bukan hanya memegang Al-Qur’an dan terus membacanya tanpa memahami. Tahun demi tahun, tahun demi tahun, kamu membacanya tetapi tidak berpikir dan merenung dengan hati, apa itu huruf-huruf ini? Apa itu kata-kata ini? Apa kekuatan-kekuatan ini? Apa lautan kekuatan ini? Jenis nur dan cahaya apa, dan bagaimana aku akan mencapai cahaya itu, rahasia Al-Qur’an Suci? Mengapa para wali Allah membawa rahasia Al-Qur’an Suci? Karena aku, kamu, kita semua membaca kitab yang sama, tetapi mengapa kita tidak mendapatkan realitas itu, memahami realitas itu? Artinya, mereka mengajarkan kita untuk melakukan tafakkur dan perenungan. Kamu ingin dihiasi oleh “Qaf wal Qur’an al-Majeed,” (Qur’an, 50:1). Itu menuju ke nun, bahwa nur (cahaya) itu menghiasi kita.
Nun wal Qalam
Allah (AJ) Bersaksi dengan Pena – Qalam adalah Rahasia Manifestasi
Kemudian bagaimana memahami nun itu dalam Surat al-Qalam, “Nun. Wal qalam.”
﴾ن ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ ﴿١
68:1 – “Nun. Wal Qalami wa ma yasTuroon.” (Surat Al-Qalam)
“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.” (Pena, 68:1)
Artinya, sekarang itu menjadi lautan besar bahwa kamu menginginkan nun, Allah (AJ) bersaksi dengan qalam. Jadi, dalam hidup kita, mereka bilang, ‘Pena lebih kuat dari pedang.’ Jadi, ambillah kehidupan qalam, ambillah kehidupan sebagai pelajar. Ambillah kehidupan mencari pengetahuan dan realitas. Semakin kamu menggunakan qalam (pena) untuk mencapai realitas, semakin kita menjadi pencari. Saat kita menggunakan qalam, itu mulai mengajarkan kita bahwa qalam adalah rahasia manifestasi. Kemuliaan penciptaan kita ada pada ibu jari. Yang memisahkan kita dari monyet atau babun adalah ibu jari sehingga kita bisa memegang qalam. Qalam, begitu kamu menulis, sesuatu termanifestasi. Begitu kamu menggambar sesuatu, sesuatu termanifestasi. Artinya, realitas qalam ada dalam fisik. Jadi, kita mengambil kehidupan mencari, kehidupan meraih dan memohon untuk mencapai realitas, untuk selalu menjadi pelajar realitas, untuk bergerak menuju itu.
Apa yang Dimaksud Allah (AJ) dengan Qalam (Pena)?
Kemudian Mawlana Syekh mulai mengajarkan bahwa selalu renungkan melampaui fisik, menuju realitas tanpa waktu. Apa yang dimaksud Allah (AJ) dengan qalam? Tidak ada tangan di langit yang menggambar sesuatu. Artinya, setiap huruf harus mewakili sesuatu. Karena seperti yang kita katakan sebelumnya, kamu bilang kue, dan semua orang bilang, ‘Oh, aku pernah makan kue itu sebelumnya.’ Tidak, tetapi yang membuat kue itu penting, karena kita punya tepung, garam, gula. Apa elemen-elemen yang membuat itu kuat? Jadi, ketika kita menuju realitas tanpa waktu, qalam (pena) bukan lagi pentingnya pena fisik tetapi harus memiliki realitas dan rahasia di dalamnya.
Kata Qalam Terdiri dari Qaf, Lam, Meem
Qaf adalah Qudra dan Sumber Kekuatan yang Memanifestasikan Al-Qur’an
Kemudian Mawlana Syekh mengajarkan, mulai mengajarkan, oke qalam, karena kita mencoba memahami bagaimana mencapai “Nun; wal qalam” (Qur’an, 68:1). Bahwa qalam itu memiliki qaf. Sekali lagi, qaf ini muncul, “Qaf wal Qur’an al-Majeed.”
﴾ق ۚ وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ ﴿١
50:1 – “Qaf, wal Quranil Majeed.” (Surat Qaf)
“Qaf. Demi Al-Qur’an yang mulia.” (Huruf Qaf, 50:1)
Ini berarti Allah (AJ) mengarahkan kita bahwa ketika kamu melihat qaf itu, itu adalah qudra (kekuatan). Itu adalah Qudra Ilahi Allah (AJ). Itu adalah sumber kekuatan yang membuat Al-Qur’an ini muncul. Dan itulah mengapa Al-Qur’an Suci, itu adalah sumber kekuatan yang mencakup segalanya. Allah (AJ) berkata, ‘Jika itu hidup atau mati, jika itu bisa menghidupkan yang mati, semuanya ada di dalamnya.’ Bukan dalam buku, tetapi dalam qudra dan lautan kekuatan dari Kalam Ilahi Allah (AJ) yang tidak diciptakan. Kita selalu mengingat dalam hati kita bahwa itu adalah Kalam Ilahi yang tidak diciptakan.
Lam Menandakan Lisanul Haq – Lidah Kebenaran
Qaf itu bergerak menuju lam. Lam menandakan lidah, lisan al-haq (lidah kebenaran) karena Allah (AJ) adalah harta tersembunyi yang ingin dikenal.
كُنْت كَنْزاً مخفيا فَأَحْبَبْت أَنْ أُعْرَفَ؛ فَخَلَقْت خَلْقاً فَعَرَّفْتهمْ بِي فَعَرَفُونِي
“Kuntu kanzan makhfiyya, fa ahbabtu an a’rafa, fa khalaqtu khalqan, fa ‘arraftahum bi fa ‘arafonee.” Hadits Qudsi
Allah (AJ) berkata, “Aku adalah Harta Tersembunyi, lalu Aku ingin dikenal, maka Aku menciptakan ciptaan yang kepada mereka Aku perkenalkan Diri-Ku; lalu mereka mengenal-Ku.”
Allah (AJ) tidak hanya berbicara dari suatu tempat di alam semesta yang memanifestasikan suara. Tetapi Allah (AJ) mengarahkan kita bahwa, ‘Harus ada lisan. Harus ada lidah bagi-Ku yang memanifestasikan realitas-Ku.’
Jika Al-Qur’an Diturunkan ke Gunung, Ia Akan Hancur Menjadi Debu
Di antara qaf dan lam, Allah (AJ) mulai menjelaskan dalam Al-Qur’an Suci, ‘Jika Aku menurunkan Al-Qur’an-Ku ke gunung,’ karena kita dalam ciptaan ini kecil. Kita memikirkan Gunung Everest dan berapa ribu kaki tingginya di udara. Allah (AJ) berfirman, ‘Jika Aku menurunkan Al-Qur’an-Ku ke gunung, khashi’a, itu akan menjadi debu.’ Tetapi, ketika diturunkan ke hati Sayyidina Muhammad ﷺ, tidak ada yang memengaruhi itu.
﴾لَوْ أَنزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٢١
59:21 – “Law anzalna hadha alQurana ‘ala jabalin laraaytahu, khashi’an mutasaddi’an min khashyatillahi, wa tilkal amthalu nadribuha linnasi la’allahum yatafakkaroon.” (Surat Al-Hashr)
“Seandainya Kami menurunkan Al-Qur’an ini ke atas gunung, niscaya kamu akan melihatnya hancur menjadi debu karena takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia agar mereka merenungkan…” (Pengusiran, 59:21)
Hanya Sayyidina Muhammad ﷺ yang Dapat Menampung ‘Qul’ Allah (AJ) – Kalam Ilahi
Sekarang kita mulai memahami keagungan Nabi ﷺ karena menurunkan Al-Qur’an Suci kepada ciptaan, menurunkannya dalam wujud fisik, tetapi apa yang beliau turunkan di dunia cahaya? Allah (AJ) mengajarkan bahwa qaf dan lam, ketika mereka bersatu, menunjukkan “Qul.” Qul berarti ‘katakan.’ Qul Ilahi Allah (AJ) – tidak ada yang bisa menampungnya. Tidak ada malaikat yang bisa menampung Qul Allah (AJ). Tidak ada nabi yang bisa menampung Qul Allah (AJ). Tidak ada manusia atau apa pun dalam ciptaan yang bisa menampung atau memegang Qul Allah (AJ), kecuali hati Sayyidina Muhammad ﷺ.
Qalam adalah Qul kepada Meem – Katakan, Wahai Muhammad ﷺ
Allah (AJ) menjelaskan bahwa karena qalam adalah Qul kepada meem. “Qul” mengarahkan dirinya kepada meem. Meem, jika kamu lihat, adalah qalam. Meem yang menjulur ke bawah adalah pena Allah (AJ), adalah lautan manifestasi Allah (AJ). Ketika Allah (AJ) ingin memanifestasikan dan ingin ciptaan termanifestasi, hanya “Qul” ke dalam hati Nabi ﷺ di dunia jiwa. Dan Sayyidina Muhammad ﷺ, “kun faya kun.” Artinya, seketika itu termanifestasi oleh perintah Allah (AJ).
﴾إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَن يَقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ ﴿٨٢
36:82 – “Innama AmruHu idha Arada shay an, an yaqola lahu kun faya koon.” (Surat YaSeen)
“Sesungguhnya perintah-Nya, apabila Dia menghendaki sesuatu, hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah,’ maka jadilah itu!” (YaSeen, 36:82)
Qalam al-Qudra, Pena Kemuliaan, Pena Kekuatan. Itu adalah manifestasi melalui hati Nabi ﷺ. Itulah nur (cahaya), itulah nur Muhammadan. Kita berusaha mencapai nur itu (menunjuk ke nun dari Qur’an) berusaha mencapai Al-Qur’an Suci.
Langit maupun Bumi Tidak Dapat Menampung Kekuatan Allah (AJ), Tetapi Hati Sayyidina Muhammad ﷺ
Dan Allah (AJ) mengarahkan kita bahwa, ‘Apa yang kamu cari, Aku tidak berada di langit dan tidak di bumi, tetapi Aku berada di hati hamba-Ku yang beriman.’ Dan siapa hamba beriman Allah (AJ)? Itu adalah Sayyidina Muhammad ﷺ.
مَا وَسِعَنِيْ لَا سَمَائِيْ ولا اَرْضِيْ وَلَكِنْ وَسِعَنِيْ قَلْبِ عَبْدِيْ اَلْمُؤْمِنْ
“Maa wasi`anee laa Samayee, wa la ardee, laakin wasi’anee qalbi ‘Abdee al Mu’min.”
“Langit-Ku dan bumi-Ku tidak dapat menampung-Ku, tetapi hati hamba-Ku yang beriman dapat menampung-Ku.” (Hadits Qudsi yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ)
Ini berarti mereka mulai mengarahkan kita bahwa apa yang kamu cari dari Allah (AJ), apa yang kamu cari dari realitas ada di hati Sayyidina Muhammad ﷺ. Harus ada tashrif, penghormatan, cinta, salam terus-menerus kepada Nabi ﷺ, untuk masuk ke dalam hati Sayyidina Muhammad ﷺ, untuk masuk ke dalam nazar (pandangan) Sayyidina Muhammad ﷺ karena itu mulai menghiasi kita dari cahaya itu.
Ketika kita mulai memahami keagungan Nabi ﷺ, dan bagaimana jiwa Nabi ﷺ mampu memanifestasikan Kalam Ilahi Allah (AJ) yang tidak diciptakan. Ini adalah azimat an-Nabi ﷺ. Kekuatan Tak Tercipta Allah (AJ), Al-Qur’an Suci-Nya yang tidak diciptakan, Lautan Kekuatan-Nya bergerak melalui hati Nabi ﷺ. Bagaimana itu mungkin? Itu di luar imajinasi.
Jika Kamu Ingin Lautan Kekuatan Ilahi, Ikuti Sayyidina Muhammad ﷺ
Ketika Allah (AJ) ingin dikenal, dikenal melalui hati Sayyidina Muhammad ﷺ. Jadi, mereka mulai mengarahkan kita bahwa, itulah kekuatan salawat (pujian). Itulah kekuatan Mawlid an-Nabi ﷺ. Itulah kekuatan cinta kepada Nabi ﷺ. Itulah mengapa di seluruh Al-Qur’an, “Qul in kuntum tuhibbonAllah, fattabioni.”
﴾قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللَّـهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللَّـهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللَّـهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣١
3:31 – “Qul in kuntum tuhibbon Allaha fattabi’oni, yuhbibkumullahu wa yaghfir lakum dhunobakum wallahu Ghaforur Raheem.” (Surat Ali-Imran)
“Katakanlah, [Wahai Muhammad], ‘Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, [maka] Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (Keluarga Imran, 3:31)
Allah (AJ) berfirman, ‘Kamu ingin mencapai cinta itu, kamu ingin mencapai Cinta Ilahi-Ku, kamu ingin mencapai Lautan Kekuatan-Ku, arahkan dirimu kepada Nabi ﷺ.’
Sayyidina Muhammad ﷺ Membawa Kita ke Islam, Iman, dan Ihsan
Saat kamu mengarahkan diri kepada Nabi ﷺ, beliau akan memperbaiki Islam kita, membawa kita ke dalam kepasrahan. Kemudian beliau akan memperbaiki iman kita. Ketika beliau mengajarkan kepada para Sahabi (sahabatnya), ‘Imanmu didasarkan pada cinta. Jika kamu tidak mencintaiku lebih dari kamu mencintai dirimu sendiri, imanmu kurang.’
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“La yuminu ahadukum hatta akona ahabba ilayhi min walidihi wa waladihi wan Nasi ajma’yeen.”
“Tidak ada di antara kalian yang beriman sampai aku lebih dicintainya daripada ayahnya, anak-anaknya, dan seluruh umat manusia.” Nabi Muhammad ﷺ
Artinya, kemudian Nabi ﷺ mengarahkan kita menuju iman kita, bahwa kita harus mencintai Sayyidina Muhammad ﷺ lebih dari kita mencintai diri kita sendiri. Dengan Islam dan iman kita yang disempurnakan, itu menjadi dar al-ihsan, tempat kesempurnaan, untuk beribadah seolah-olah kamu melihat Allah (AJ). Jika kamu tidak melihat Allah (AJ), ketahuilah bahwa Dia melihatmu.
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّك تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاك
“An Ta’bud Allaha, Ka annaka tarahu, fa in lam takun tarahu fa innahu yarak.”
“Ihsan adalah beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya; dan jika kamu tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia pasti melihatmu.” Nabi Muhammad ﷺ
Subhana rabbika rabbal ‘izzati ‘amma yasifoon, wa salaamun ‘alal mursaleen, walhamdulillahi rabbil ‘aalameen. Bi hurmati Muhammad al-Mustafa wa bi sirri Surat al-Fatiha.
Leave a Reply