Dari Realitas Mawlana Syekh Hisham Kabbani (Q) sebagaimana diajarkan oleh Syekh Nurjan Mirahmadi.
A’udhu Billahi Minash Shaitanir Rajim
Bismillahir Rahmanir Rahim
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنبَغِي لَهُ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُّبِينٌ
36:69 – “Kami tidak mengajarkan puisi kepadanya (Nabi Muhammad), dan itu tidaklah pantas baginya. Beliau hanyalah dzikir (peringatan/pujian) dan Al-Qur’an yang jelas.” (Surah YaSin 36:69)
InsyaAllah, kami selalu memohon untuk menjadi hamba yang rendah dan tenggelam dalam lautan rahmah (kasih sayang Allah). Semoga Allah ‘Azza wa Jal melimpahkan keberkahan dan pakaian kemuliaan kepada kami. Kami menempuh jalan fana, mengingatkan diri sendiri untuk menjadi tidak ada; bahwa Allah ‘Azza wa Jal, Sang Pencipta, Tuhan, atau apa pun nama yang kita gunakan untuk menyebut realitas Sang Pencipta, adalah Maha Kuasa, Maha Agung, segalanya, dan aku bukan apa-apa.
Ketika kami belajar untuk mematikan ego, Allah ‘Azza wa Jal akan menyalakan cahaya dan mengirimkan energi ke dalam hati dan jiwa kami. Alhamdulillah, kami menempuh jalan haqqa’iq (realitas spiritual) di bawah bimbingan para waliyullah (sahabat Allah), yang mengajarkan kami tentang keagungan Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam; untuk memahami kebesaran Nabi kita alayhis salaatus salaam, dan menghargai anugerah yang telah Allah ‘Azza wa Jal berikan kepada kita.
Hidup Kami adalah Cinta kepada Nabi Muhammad (saw)
Kami adalah umat yang hidupnya berpusat pada cinta kepada Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, dan kami adalah Muhammadiyun. InsyaAllah, semoga Allah ‘Azza wa Jal menganugerahkan cahaya dan gelar tersebut kepada kami. Sebagaimana bulan yang selalu memandang matahari, berbicara tentangnya, dan seluruh fokusnya tertuju pada matahari. Jika kami berusaha mengikuti cahaya Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, maka cahaya itu akan menginspirasi hati kami untuk menempuh jalan muhabbat, mencintai Nabi sallallahu alayhi wa sallam lebih dari kami mencintai diri sendiri. Untuk memahami akhlak mulia, khuluq al-‘azheem, sebagaimana Allah ‘Azza wa Jal gambarkan tentang Nabi sallallahu alayhi wa sallam:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
68:4 – “Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) memiliki akhlak yang agung.” (Surah Al-Qalam 68:4)
Dengan akhlak mulia dan budi pekerti yang baik, kami mulai meneladani jalan Nabi sallallahu alayhi wa sallam. Melalui lantunan Durood-e Shareef dan dzikir, hati kami menjadi tenang,
13:28 – “…Dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram.” (Surah Ar-Ra’d 13:28)
Dzikir membawa ketenangan pada hati, memancarkan cahaya ke dalam hati, melimpahkan pakaian keindahan pada hati, jiwa, lisan, dan wajah, sehingga segalanya mulai berubah.
Memahami Kebesaran Nabi Muhammad (saw)
Ketika para waliyullah melimpahkan keberkahan kepada kami, mereka mengajarkan bahwa:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
21:107 – “Dan Kami tidak mengutusmu (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (Surah Al-Anbiya 21:107)
Banyak orang tidak memahami keagungan Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, sehingga mereka tidak menghargai pentingnya Milad an-Nabi, peringatan kelahiran Nabi sallallahu alayhi wa sallam. Setiap momen adalah realitas bagi kami, namun kami harus menempuh jalan untuk mencintai Nabi sallallahu alayhi wa sallam dan mempelajari kebesarannya.
Kami memahami bahwa seluruh alam semesta berada di bawah cahaya beliau, menanti kedatangan cahaya itu dari langit ke dunia ini. Ketika cahaya itu hadir di dunia, itu menjadi penyempurna nikmat Allah bagi ciptaan-Nya. Mereka hidup dalam cahaya itu, namun realitas penuhnya baru tercapai ketika fisik Nabi sallallahu alayhi wa sallam hadir di dunia ini. Dari dunia ini, rahmah (kasih sayang) itu meliputi seluruh alam semesta.
ظَهَرَ الدِّيْنُ الْمُؤَيَدْ
بِظُهُوْرِ النَّبِيْ أَحْمَدْ
Agama yang didukung telah nyata
Dengan kedatangan Nabi Ahmad
Ketika kami memahami keagungan dan kemuliaan Nabi sallallahu alayhi wa sallam yang telah Allah ‘Azza wa Jal limpahkan, kami perlahan mulai menyadari pentingnya Milad an-Nabi sallallahu alayhi wa sallam [peringatan kelahiran Nabi Muhammad (saw)].
Al-Qur’an 2:151: Feekum (Dalam Dirimu)
Nabi (saw) ada di dalam dirimu, menyucikanmu, dan mengajarkan Kitab serta hikmahnya.
- Feekum (Dalam Dirimu): Cahaya Sayyidina Muhammad (saw) Ada di Dalam Dirimu
Dalam beberapa malam terakhir, kami membahas ayat Al-Qur’an tentang ‘feekum’, Surah Al-Baqarah, 2:151.
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِّنكُمْ…
2:151 – “Sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul di antara (dalam) kalian dari kalian sendiri…” (Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah 2:151)
Kami menjelaskan bahwa Allah ‘Azza wa Jal menggambarkan bahwa Nabi sallallahu alayhi wa sallam berada di antara kalian; bahkan beberapa ulama mengatakan, beliau alayhis salaatus salaam tidak hanya di antara kalian, tetapi juga di dalam kalian. Ketika cahaya hadir, ia tidak berdiri sendiri. Cahaya itu menyebar ke segala sesuatu.
Keagungan Cahaya adalah Mengusir Kegelapan
Bayangkan saat kita mematikan lampu di ruangan dan menyalakan satu cahaya, lihat bagaimana cahaya itu bergerak memenuhi ruangan. Keajaiban cahaya adalah ia mendorong kegelapan. Satu cahaya kecil, seperti lilin, cukup untuk menerangi kegelapan yang tak terbatas. Itulah keagungan cahaya, itulah keagungan rahmah (kasih sayang) Allah ‘Azza wa Jal. Betapa pun dalamnya kegelapan yang kau masuki, hanya dibutuhkan satu cahaya, satu lilin, satu titik terang dari Allah ‘Azza wa Jal untuk membukanya; dan seketika cahaya itu mengusir kegelapan. Tambahkan kegelapan sebanyak apa pun, itu tidak akan mengurangi cahaya tersebut. Cahaya itu tidak akan padam.
Inilah kebesaran Allah, bahwa amal kebaikan (hasanat) dan perbuatan baikmu tidak akan pernah hilang; teruslah menambah kebaikanmu. Hidup ini menjadi seperti satu lilin, lalu tiga lilin, hingga lima lilin, dan mulai menerangi seluruh kegelapan serta mengusir segala kesulitan.
- YuZakikum (Menyucikan): Cahaya Nabi (saw) Menyucikanmu
Allah ‘Azza wa Jal menggambarkan tentang Nabi sallallahu alayhi wa sallam:
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِّنكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ …
2:151 – “Sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul di antara (dalam) kalian dari kalian sendiri, yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian, dan menyucikan kalian…” (Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah 2:151)
Kami telah menjelaskan sebelumnya tentang zaki (penyucian), bahwa Allah ‘Azza wa Jal menggambarkan, “Kami telah mengutus cahaya Nabi sallallahu alayhi wa sallam untuk berada di antara kalian. Beliau membacakan ayat-ayat Kami, tanda-tanda langit, dan tanda-tanda dari Allah ‘Azza wa Jal.”
Allah ‘Azza wa Jal kemudian menggambarkan, “Beliau menyucikan dan membersihkan kalian.” Kami telah membahas bagaimana cahaya itu menyucikan:
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ، إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
17:81 – “Dan katakanlah, ‘Kebenaran telah datang, dan kebatilan telah lenyap. Sesungguhnya kebatilan itu pasti lenyap.’” (Surah Al-Isra 17:81)
Dengan kebenaran (haqq) dari Allah ‘Azza wa Jal, hanya dengan satu kali Durood-e-Shareef, Nabi sallallahu alayhi wa sallam meminta, “Sebut saja namaku sekali.”
Allah (aj) Menginginkan Kita Menyebut Nama Nabi (saw) – dalam Syahadat, Adzan, dan Salat
Allah ‘Azza wa Jal dengan kemurahan-Nya yang tak terbatas berfirman, “Bahkan ketika kamu menyeru adzan, kamu harus menyebut Nabi sallallahu alayhi wa sallam; ketika memasuki salat, kamu harus menyebut Nabi sallallahu alayhi wa sallam.”
Setiap saat, ketika kita mengucapkan syahadat untuk menyucikan dan membersihkan diri, kita mengatakan:
“Ash-hadu an la ilaha illallah, wa ash-hadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh”
“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Setiap kali kamu merasa menyimpang dari agamamu, keluar dari imanmu, atau terjerumus dalam akhlak buruk, para syekh berkata, “Ucapkan syahadatmu, kembalilah ke Islammu.” Kekuatan apa yang Allah ‘Azza wa Jal berikan pada penyebutan nama Nabi sallallahu alayhi wa sallam?
Kemudian, di saat menjelang kematian, kita dianjurkan membaca Surah YaSin, yang penuh dengan rahasia Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, untuk melimpahkan keberkahan pada jiwa yang akan meninggalkan dunia ini dan kembali ke asalnya. Rahmah Allah ‘Azza wa Jal adalah: bacalah Surah YaSin dengan segala rahasianya untuk meliputi jiwa tersebut, agar kembali ke hadirat Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam.
فَسُبْحَانَ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
36:83 – “Maha Suci Dia yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu, dan kepada-Nya kalian akan kembali.” (Surah YaSin 36:83)
Nabi Muhammad (saw) Akan Menyucikanmu
Allah ‘Azza wa Jal menggambarkan zaki, bahwa cahaya itu, ketika hadir bersamamu, tanpa ragu akan menghancurkan kebatilan.
17:81 – “Dan katakanlah, ‘Kebenaran telah datang, dan kebatilan telah lenyap. Sesungguhnya kebatilan itu pasti lenyap.’” (Surah Al-Isra 17:81)
Ketika cahaya dari langit datang, seperti yang telah kami katakan, jika kita dalam kebatilan dan kegelapan, satu lilin, satu salawat,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -: ” مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ، وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ “
Nabi Muhammad (saw) bersabda: “Barang siapa yang mengirimkan salawat kepadaku sekali, Allah akan melimpahkan rahmat kepadanya sepuluh kali, menghapus sepuluh dosanya, dan mengangkat derajatnya sepuluh kali.” [Hadis, diriwayatkan oleh Nasa’i]
Kita tidak bisa memahami betapa besarnya itu; namun sebagai contoh, pulanglah ke rumah, gelapkan ruanganmu, dan nyalakan satu lilin, maka seketika kegelapan akan tersingkir. Allah ‘Azza wa Jal menggambarkan, “Itulah zaki (penyucian).” Cahaya Nabi sallallahu alayhi wa sallam menghapus dan melahap segala bentuk keburukan.
‘Zahuqa’, Allah (aj) menggambarkan, “Ia memusnahkan”; karena apa itu haqq (kebenaran)? Bagaimana kamu akan mendatangkan haqq Allah ‘Azza wa Jal? Apakah kamu pikir Allah ‘Azza wa Jal akan datang langsung kepadamu? Ini bukan keagungan Allah. Allah ‘Azza wa Jal menciptakan khalifah (perwakilan) bagi kita, Allah (aj) berfirman, “Dia membawa semua realitas-Ku.” Begitu kamu melantunkan Durood-e-Shareef, cahaya Nabi sallallahu alayhi wa sallam datang dan mulai menyucikan serta membersihkanmu.
- ‘Alimukum (Mengajarkan): Nabi (saw) Akan Mengajarkan Kitab dan Hikmahnya
Kemudian para waliyullah datang dan menjelaskan ayat berikutnya: Allah ‘Azza wa Jal berfirman,
وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
2:151 – “…dan mengajarkan kepada kalian Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kalian apa yang belum kalian ketahui.” (Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah 2:151)
Cahaya itu, ketika hadir dalam hidupmu, akan mengajarkanmu Kitab. Allah ‘Azza wa Jal menyebut ‘feekum’ dalam Surah Al-Baqarah 2:151, dan Allah ‘Azza wa Jal menjelaskan: “Dia akan mengajarkan kalian Kitab dan hikmahnya.”
Para Wali Menyusun Realitas seperti Tasbih
Para waliyullah datang dan mengajarkan kami bahwa bagi tariqah (jalan spiritual Islam) dan ahlul haqqa’iq (orang-orang yang mengejar realitas spiritual), anugerah yang Allah ‘Azza wa Jal berikan kepada mereka adalah kemampuan untuk mengambil butir-butir realitas dan pengetahuan, lalu dengan berkah Nabi sallallahu alayhi wa sallam, mereka menyusunnya menjadi satu kesatuan, seperti untaian tasbih.
Namun, apa yang dilakukan syaitan kepada orang-orang biasa? Ia memutus tali tasbih itu, sehingga yang tersisa hanyalah butir-butir pengetahuan yang terpisah. Artinya, semua ayat Al-Qur’an dan hadis itu sama, tetapi mengapa mereka tidak bisa menyatukannya? Karena syaitan ingin memutus tali itu dan menjadikan pengetahuan mereka hanya sebagai butir-butir terpisah.
Tariqah, karena mereka berpegang erat pada tali Allah ‘Azza wa Jal—yaitu cinta kepada Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam—menyusun butir-butir ini menjadi satu kesatuan bagi kami.
3:103 – “Dan berpeganglah kalian semua pada tali Allah dan janganlah kalian bercerai berai.” (Surah Ali ‘Imran)
Nabi (saw) adalah Al-Qur’an yang Berjalan
Tidak Ada Kitab pada Masa Sayyidina Muhammad (saw)
Para waliyullah datang dan mengajarkan kami: jika kamu memiliki sedikit pemahaman, ketahuilah bahwa pada masa Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, tidak ada Kitab (buku fisik). Sungguh menakjubkan, ketika wahyu (wahi) turun, Al-Qur’an belum berbentuk buku. Nabi sallallahu alayhi wa sallam tidak membawa buku. Beliau bukan seperti Nabi Musa alayhis salaam yang membawa loh batu dengan tulisan. Artinya, apa yang datang kepada Nabi sallallahu alayhi wa sallam masuk ke dalam hati beliau, dan Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam membacakan Kitab itu.
Para penulis wahyu mencatatnya di atas perkamen, dan mereka tidak diizinkan untuk menyusunnya menjadi satu. Jadi, ayat datang dan disimpan; ayat lain datang dan disimpan lagi. Saat Nabi sallallahu alayhi wa sallam membaca hafalannya, beliau adalah Al-Qur’an yang berjalan; beliau SENDIRI adalah Al-Qur’an yang berjalan. Beliau adalah Kitab itu!
53:3-4 – “Dan dia (Nabi Muhammad) tidak berbicara menurut hawa nafsu. (3) Itu hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (Surah An-Najm)
Ketika Allah ‘Azza wa Jal berfirman, “Kitab itu, dia akan datang dan mengajarkan kalian Kitab dan setiap hikmah,” apakah kamu membayangkan Nabi sallallahu alayhi wa sallam membawa sebuah buku dan berkata, “Ayo duduk di sini, ini alif, ba, ta”?
Teknologi Masa Kini Menunjukkan Pengetahuan Disampaikan melalui Cahaya
Baru sekarang kita memahami: ketika cahaya datang kepadamu, cahaya itu membawa seluruh pengetahuan. Bentuk penyampaian dan enkripsi pengetahuan tertinggi saat ini adalah melalui cahaya—lihatlah ponsel pintarmu. Ketika kamu ingin aplikasi Al-Qur’an, kamu mengklik aplikasi itu, dan semua isinya langsung terunduh ke ponselmu. Kamu ingin semua kitab hadis? Klik aplikasi, dan seketika semua hadis terunduh. Melalui teknologi ini, Allah ‘Azza wa Jal menunjukkan kepada kita realitas Ilahi.
Ketika Allah ‘Azza wa Jal berfirman bahwa ketika Nur Muhammad sallallahu alayhi wa sallam datang, artinya Nabi sallallahu alayhi wa sallam adalah “Rahmatan lil ‘Alamin” (Al-Qur’an 21:107). Beliau berkata, “Cukup baca salawat kepadaku sekali, aku akan membalas dengan sepuluh salawat untukmu.”
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -: ” مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ، وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ “
Nabi Muhammad (saw) bersabda: “Barang siapa yang mengirimkan salawat kepadaku sekali, Allah akan melimpahkan rahmat kepadanya sepuluh kali, menghapus sepuluh dosanya, dan mengangkat derajatnya sepuluh kali.” [Hadis, diriwayatkan oleh Nasa’i]
Nabi Muhammad (saw) Secara Harfiah adalah Al-Qur’an yang Berjalan
Kemudian para waliyullah datang dan mengajarkan bahwa ketika Allah ‘Azza wa Jal berbicara tentang Kitab, tidak ada Kitab fisik saat itu. Kitab itu adalah Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam. Beliau adalah Al-Qur’an yang berjalan. Ketika ditanya, “Bagaimana akhlak Nabi sallallahu alayhi wa sallam?” Mereka menjawab, “Apakah kamu telah membaca Al-Qur’an?” Pada masa itu, mereka adalah hafiz, mereka telah menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an dan menghafalnya. Mereka berkata, “Ya, Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam adalah Al-Qur’an yang berjalan. Akhlaknya, khuluq-nya, sepenuhnya adalah Al-Qur’an.”
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
68:4 – “Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) memiliki akhlak yang agung.” (Surah Al-Qalam 68:4)
Hadis:
Diriwayatkan bahwa seorang dari Bani Suwaah berkata kepada Aisyah, “Ceritakan tentang akhlak Rasulullah (saw).” Aisyah menjawab, “Bukankah kamu telah membaca Al-Qur’an: ‘Dan sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang agung’ [Khuluqul Azeem] 68:4?” [Sunan Ibn Majah]
Namun, para waliyullah mengajarkan: bukan hanya itu, beliau secara harfiah adalah Al-Qur’an yang berjalan, karena dari mana Al-Qur’an itu berasal? dari hati Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam.
53:3-4 – “Dan dia (Nabi Muhammad) tidak berbicara menurut hawa nafsu. (3) Itu hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (Surah An-Najm)
Itulah realitas Surah YaSin. Allah ‘Azza wa Jal bersaksi atas realitas itu:
36:1-2 – “YaSin. (1) Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah.” (Surah YaSin)
Bahwa, “Demi realitas Sayyiduna YaSin sallallahu alayhi wa sallam, beliau adalah Al-Qur’an; beliau adalah seluruh hikmah.” Karena Allah ‘Azza wa Jal berfirman, “Dia akan mengajarkan kalian Kitab dan hikmah” (Al-Qur’an 2:151)—Kitab apa, hikmah apa? “YaSin, demi Al-Qur’an yang penuh hikmah.”
Allah ‘Azza wa Jal bersaksi melalui realitas Surah YaSin, Sayyiduna YaSin, karena YaSin adalah nama Nabi sallallahu alayhi wa sallam, bahwa beliau adalah Kitab yang berjalan. Beliau adalah Kitab Allah ‘Azza wa Jal yang berjalan, sebagaimana Allah ‘Azza wa Jal gambarkan dalam Al-Qur’an, karena kita telah menjadi jahil (bodoh).
Pada masa para sahabat, tidak ada izin untuk menyusun Al-Qur’an menjadi satu kesatuan—tahukah kamu sejarahnya? Pada zaman Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, yang oleh orang Arab disebut mushaf, tidak ada buku fisik. Nabi sallallahu alayhi wa sallam adalah Al-Qur’an yang berjalan.
Bagaimana mungkin kamu menyusun sesuatu di hadapan Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam? Itu melanggar adab (tata cara sopan santun), karena beliau adalah Al-Qur’an yang berjalan. Ingin tahu Al-Qur’an? Ambil langsung dari Nabi sallallahu alayhi wa sallam, karena beliau adalah ‘wal hamd’, Bendera Pujian.
Kekuatan Al-Qur’an Dapat Menghancurkan Gunung Menjadi Debu
Allah ‘Azza wa Jal berfirman, “Al-Qur’an-Ku, jika Aku menurunkannya ke atas gunung, tanzeel al-jabl, gunung itu akan menjadi debu, hancur lebur!”
لَوْ أَنزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
59:21 – “Sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini ke atas gunung, niscaya kamu akan melihat gunung itu hancur lebur karena takut kepada Allah…” (Surah Al-Hasyr 59:21)
Jadi, apakah kamu berpikir dengan akalmu bahwa Al-Qur’an bisa dipegang di tangan? Bahwa kamu bisa menuliskannya di atas kertas? Padahal Allah ‘Azza wa Jal berfirman bahwa Al-Qur’an, jika diturunkan ke gunung—bayangkan Gunung Everest—akan hancur menjadi debu.
Al-Qur’an Diturunkan ke Hati Sayyidina Muhammad (saw) dan Beliau Tetap Teguh
Allah ‘Azza wa Jal berfirman, “Jika Aku menurunkan Al-Qur’an-Ku ke gunung, ia akan menjadi debu, tetapi ketika diturunkan kepada Nabi sallallahu alayhi wa sallam, beliau tetap teguh.” Apa jenis azimat (keagungan) yang dimiliki [Sayyidina Muhammad (saw)]? Karena kita tidak memahami bahwa Al-Qur’an Allah ‘Azza wa Jal bukan ciptaan. Firman Allah ‘Azza wa Jal bukan dari sesuatu yang diciptakan, Allah ‘Azza wa Jal di luar ciptaan. Firman Allah yang tidak diciptakan itu termanifestasi melalui ciptaan-Nya, Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam.
Nabi (saw) Diajarkan oleh Kekuatan yang Luar Biasa
Di mana kita melihat ini sebelumnya? ‘Qaba qawsayni aw adna’, bagaimana realitas Nabi sallallahu alayhi wa sallam mampu mendekat dengan seluruh fisiknya, Allah mengangkat dan membawa beliau ke hadirat Ilahi.
53:5-9 – “Dia diajarkan oleh Dzat yang Maha Kuat. (5) Yang memiliki kekuatan sempurna dan tegak dalam wujud sejatinya. (6) Ketika dia berada di ufuk tertinggi. (7) Kemudian dia mendekat dan turun. (8) Hingga jaraknya dua panjang busur atau lebih dekat lagi.” (Surah An-Najm)
Kekuatan luar biasa, shadeed al-quwa, jika kamu ingin tahu tentang Nur Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, bacalah Surah An-Najm [bab ke-53 Al-Qur’an]. Najm (bintang) adalah realitas Sayyiduna Ahmad alayhis salaatus salaam, di mana Allah ‘Azza wa Jal berfirman, “Allamahu shadeedul quwa.” “Dia diajarkan oleh Dzat yang Maha Kuat; dia diajarkan oleh Dzat yang sangat berkuasa.” Di seluruh Al-Qur’an, Allah ‘Azza wa Jal menjelaskan, “Aku adalah Kekuatan, dan Aku yang mengajarkan Al-Qur’an. Aku mengajarkan realitas itu; Aku menganugerahkan seluruh realitas itu kepada jiwa.”
الرَّحْمَـٰنُ ﴿١﴾ عَلَّمَ الْقُرْآنَ ﴿٢﴾ خَلَقَ الْإِنسَانَ ﴿٣
55:1-3 – “Yang Maha Pengasih. (1) Dialah yang mengajarkan Al-Qur’an. (2) Dia menciptakan manusia.” (Surah Ar-Rahman 55:1-3)
Dulu, jiwa itu seperti CD—sekarang teknologi itu sudah usang, kita bahkan tidak lagi menggunakan CD, melainkan zipdrive. Tetapi sebelumnya, jiwa itu seperti CD. Setiap pengetahuan dimasukkan ke dalam CD itu, artinya Allah ‘Azza wa Jal menjelaskan kepada kita, “Aku telah menempatkan setiap pengetahuan ke dalam jiwa Nabi sallallahu alayhi wa sallam. ‘Alam al-Qur’an (mengajarkan Al-Qur’an), sebelum khalaq al-insaan (menciptakan manusia)” (Al-Qur’an 55:1-3).
Hal Pertama yang Allah (aj) Ciptakan adalah Cahaya Nabi Muhammad (saw)
Nabi sallallahu alayhi wa sallam datang dan bersabda dalam hadis, “Aku adalah yang pertama diciptakan.
قَالَ: يَا جَابِرُ، إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ قَبْلَ الأَشْيَاءِ نُورُ نَبِيِّكَ مِنْ نُورِهِ، فَجَعَلَ ذَلِكَ النُّورِ يَدُورُ بِالْقُدْرَةِ حَيْثُ شَاءَ اللهُ، وَلَمْ يَكُنْ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ لَوْحٌ وَلا قَلَمٌ، وَلا جَنَّةٌ وَلا نَارٌ، وَلا مُلْكٌ، وَلا سَمَاءٌ وَلا أَرْضٌ، وَلا شَمْسٌ وَلا قَمَرٌ، وَلا إِنْسٌ وَلا جِنٌّ
Nabi Muhammad (saw) bersabda: “Wahai Jabir, sesungguhnya Allah menciptakan cahaya Nabimu dari cahaya-Nya sebelum segala sesuatu. Lalu cahaya itu berputar dalam kekuasaan-Nya sesuai kehendak Allah. Pada saat itu, belum ada Lauh (Tablet), belum ada Qalam (Pena), belum ada Surga, belum ada Neraka, belum ada malaikat, belum ada langit, belum ada bumi, belum ada matahari, belum ada bulan, belum ada manusia, dan belum ada jin.”
[Beliau bersabda:] Cahayaku diciptakan sebelum ada Ka’bah, sebelum ada Baitul Ma’mur, sebelum ada malaikat. Sebelum semua itu, aku sudah menjadi Rasul. Cahayaku adalah ciptaan pertama Allah ‘Azza wa Jal, dan posisi abadi Rasulullah sallallahu alayhi wa sallam.
Artinya, beliau (saw) berbicara atas nama Allah ‘Azza wa Jal secara kekal. Tidak ada yang melampaui atau melewati maqam (kedudukan) itu. Maqam Nabi sallallahu alayhi wa sallam berada langsung di hadirat Allah ‘Azza wa Jal: qaba qawsayni aw adna (jarak dua panjang busur atau lebih dekat lagi) (Al-Qur’an 53:9). Realitas itu bukan sesuatu yang bisa dibayangkan.
Realitas Al-Qur’an Tidak Terbuka Tanpa Cinta kepada Sayyidina Muhammad (saw)
Yang Allah ‘Azza wa Jal inginkan dari kita, dan sebagai pengingat bagi kita, adalah: kita telah meninggalkan Al-Qur’an. Al-Qur’an menjadi furqaan, buku yang membedakan antara benar dan salah. Realitasnya tidak akan terbuka tanpa kehadiran cahaya Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam bersamamu. Kamu hanya memiliki buku tentang benar dan salah.
Jika kamu membaca Al-Qur’an tanpa cinta kepada Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, itu menjadi sesuatu yang sangat berbahaya, karena mereka tidak memiliki rahmah (kasih sayang) dan tidak memiliki muhabbat (cinta). Jadi, apa yang mereka baca? Mereka membaca berbagai ayat yang kita tidak pahami dari mana asal pemahaman mereka. Mengapa mereka keras, mengapa mereka penuh kebencian, mengapa semua hal itu muncul? Karena mereka membaca furqaan, dan mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki muhabbat kepada Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam.
Setiap ada kesempatan, mereka berusaha menurunkan dan merendahkan keagungan Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam; untuk apa? Itu adalah hizbul shaytan (kelompok syaitan), karena syaitan tidak menyukai Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam. Ia mengira dirinya adalah khalifah dan sangat kecewa ketika mengetahui kenyataannya.
Sayyidina Muhammad (saw) adalah Dzikir dan Al-Qur’an yang Jelas (YaSin 36:69)
Para waliyullah ingin kita memahami bahwa Allah ‘Azza wa Jal menggambarkan Nabi sallallahu alayhi wa sallam, bahwa Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam adalah Kitab dan beliau akan mengajarkan setiap hikmah. Beliau adalah Al-Qur’an yang berjalan. Dan apa itu Surah YaSin, ayat 69:
وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنبَغِي لَهُ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُّبِينٌ
36:69 – “Kami tidak mengajarkan puisi kepadanya (Nabi Muhammad), dan itu tidaklah pantas baginya. Beliau hanyalah dzikir (peringatan/pujian) dan Al-Qur’an yang jelas.” (Al-Qur’an, Surah YaSin 36:69)
Terjemahan yang Benar: “Kami tidak mengajarkan puisi kepada Nabi Muhammad, dan itu tidaklah pantas baginya. Beliau hanyalah dzikir (peringatan/pujian) dan Al-Qur’an yang jelas.”
Terjemahan Umum: “Dan Kami tidak memberikan pengetahuan puisi kepada Nabi Muhammad, dan itu tidak pantas baginya. Ini hanyalah pesan dan Al-Qur’an yang jelas.”
Ini merujuk kepada siapa? Allah ‘Azza wa Jal menjelaskan: “Kami tidak mengajarkan puisi kepada Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam.” Itu tidak sesuai dengan keagungan (azimat) beliau. Kemudian Allah ‘Azza wa Jal berfirman, “innahu”, dia adalah, “dhikrun wa Qur’anun mubeen”.
Dalam terjemahan, mereka memanipulasi Al-Qur’an: ‘hu’ pertama [‘AllamnaHu] merujuk pada Nabi sallallahu alayhi wa sallam, bahwa beliau tidak diajarkan puisi; ‘hu’ kedua, mereka tidak ingin mengatakan bahwa itu adalah Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, sehingga mereka menerjemahkan sebagai “itu” (benda), padahal ini jelas-jelas deskripsi tentang Nabi sallallahu alayhi wa sallam. Allah ‘Azza wa Jal menggambarkan: “innahu dhikrun wa Qur’anun mubeen”, bahwa Nabi sallallahu alayhi wa sallam adalah dzikrun dan beliau adalah Qur’anun mubeen.
Kami Telah Mengangkat Tinggi Dzikrmu, Wahai Muhammad (saw)
“Wa rafa’na laka dhikrak, wa rafa’na laka dhikrak”, di mana Allah ‘Azza wa Jal berfirman dalam Surah Al-Insyirah:
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ ﴿١﴾ … وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ ﴿٤
94:1,4 – “Bukankah Kami telah melapangkan dadamu? (1) … Dan Kami telah mengangkat tinggi kedudukan dan pujianmu.” (Surah Asy-Syarh 94:1,4)
Bahwa, “Kami telah mengangkat dhikrak (pujianmu),” artinya, “Namamu adalah yang tertinggi di seluruh langit.” Allah ‘Azza wa Jal tidak peduli dengan dunia yang kotor (dunya). Dia berfirman, “Namamu dikenal di seluruh langit, tetapi orang-orang jahil (bodoh) di bumi tidak tahu realitasmu karena mereka terhijab oleh keinginan duniawi mereka.” Namun, para malaikat (malaa’ika) tidak terhijab; mereka melihat segalanya dengan jelas dan memahami, “wa rafa’na laka dhikrak”, bahwa “namamu adalah yang tertinggi di seluruh langit, ya Sayyidi, ya Rasulullah sallallahu alayhi wa sallam.”
Dalam Surah YaSin, Allah ‘Azza wa Jal kemudian menggambarkan, “Inna hu dhikrun wa Qur’anul mubeen.” Jadi, artinya, para waliyullah ingin kita membuka kekuatan Al-Qur’an. Kekuatan Al-Qur’an ini tidak akan terbuka tanpa kehadiran cahaya Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam dalam hidupmu.
Artinya, pada maqam al-iman (kedudukan iman), Nabi sallallahu alayhi wa sallam meminta, “Cintailah aku lebih dari kamu mencintai dirimu sendiri.” Jika kamu mencintai Nabi sallallahu alayhi wa sallam lebih dari dirimu sendiri, maka Nur Muhammad sallallahu alayhi wa sallam mengelilingimu. Kamu terus-menerus membaca durood, terus-menerus memuji, dan berada dalam tafakkur (perenungan), sehingga cahaya Nabi sallallahu alayhi wa sallam selalu hadir di sekitarmu.
Kemudian Allah ‘Azza wa Jal berfirman, “Sekarang kamu telah diliputi oleh dzikir dan Al-Qur’an al-Majid,” bahwa Al-Qur’an ini akan meliputi dan memberkahimu, dan setiap kekuatan, setiap huruf, akan masuk ke dalam hatimu, dari siapa?—dari dia yang memiliki Kitab dan hikmah. Beliau adalah guru dari Allah ‘Azza wa Jal.
Kami Lebih Mengutamakan Kertas daripada Nabi (saw) yang Membawa Al-Qur’an
Jadi, ketika mereka membaca Al-Qur’an, mereka hanya membaca furqaan (pembeda antara benar dan salah); mereka meninggalkan nur Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam dalam hidup mereka. Tanpa cinta kepada Nabi sallallahu alayhi wa sallam, Allah ‘Azza wa Jal membuatnya sangat mudah; Al-Qur’an ini harus dikodekan, jika tidak, siapa pun bisa mengambilnya dan mencuri rahasia langit. Dan pada zaman Nabi sallallahu alayhi wa sallam, Al-Qur’an belum disusun.
Artinya, iman kita menjadi sangat lemah sehingga kita lebih mengutamakan kertas daripada dia yang membawa Al-Qur’an. Mereka pikir mereka mengikuti Allah ‘Azza wa Jal, dengan berkata, “Kami mencintai kertas ini dan menghina dia yang membawa Al-Qur’an.”
Dan beliau membawa Al-Qur’an melalui hatinya dan melalui cahayanya, dan cahaya itu kekal, cahaya itu hidup. Cahaya itu terus-menerus mengalirkan realitas Al-Qur’an. Nabi sallallahu alayhi wa sallam bersabda, “Aku adalah Rasulullah secara kekal,” artinya, “Al-Qur’an itu terus mengalir melalui hatiku.” Jangan hanya mengambil sebagian dan meninggalkan bagian lainnya.
Kekuatan Al-Qur’an Bersama Cinta kepada Sayyidina Muhammad (saw)
Jadi, bagi para waliyullah dan mereka yang mengikuti cinta kepada Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, mereka mengingatkan kita bahwa: untuk mengembalikan kekuatan itu, kekuatan Al-Qur’an ada bersama cinta kepada Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam.
Jika Nur Muhammadi sallallahu alayhi wa sallam bersamamu, cahaya itu terus-menerus menyampaikan ke hatimu. Itulah yang diajarkan oleh semua perangkat teknologi saat ini. Setiap perangkat sekarang menunjukkan: kamu ingin sesuatu, aku bisa langsung mengirimkannya kepadamu. Di perangkat Apple, aku bisa airdrop file kepadamu; kamu ingin file, aku bisa langsung mengirimnya ke ponselmu. Ini semua hanyalah mainan. Lalu, bagaimana dengan keagungan Nabi sallallahu alayhi wa sallam?
Apa Itu 10 Salawat yang Nabi (saw) Berikan Kepadamu?
Kamu membaca Durood-e-Shareef, Nabi sallallahu alayhi wa sallam bersabda, “Aku akan datang dan memberikan sepuluh salawat.” Salawat apa yang akan beliau berikan? Kitab al-Hikmah. Dengan salawat dari salawat yang paling agung, Nabi sallallahu alayhi wa sallam berkata, “Aku mulai meliputi kamu dengan Kitab Allah, dan memberkahimu hingga kamu diliputi dengan hikmah dan kebijaksanaan, ‘ilm laduni wa hikmata bis-salihin’ (pengetahuan Ilahi dan hikmah para hamba saleh).”
Allah ‘Azza wa Jal berfirman, “Ini adalah anugerah terbesar yang bisa diberikan karena cahaya dan pengetahuan itu akan kamu bawa menuju akhirat untuk perjalanan abadimu menuju langit.”
Kami berdoa semoga Allah ‘Azza wa Jal membukakan untuk kita pada malam-malam Mawlid an-Nabi sallallahu alayhi wa sallam; artinya, jika kita memahami bahwa Nabi sallallahu alayhi wa sallam adalah Kitab Allah, tidak ada Al-Qur’an yang termanifestasi, beliau adalah Al-Qur’an yang berjalan.
Rayakan Mawlid – Tanpa Keberadaan Sayyidina Muhammad, Tidak Akan Ada Al-Qur’an
Jika kamu berpikir bahwa kamu mencintai Allah ‘Azza wa Jal, mencintai Kitab Allah, tidakkah kamu berpikir bahwa kamu harus merayakan Milad an-Nabi sallallahu alayhi wa sallam (kelahiran Nabi Muhammad saw), bahwa kamu harus memuji Allah ‘Azza wa Jal, “Ya Rabbi, Engkau mengutus Rahmatan lil ‘Alamin (Rahmat bagi seluruh alam); dan rahmah yang Engkau kirim adalah Kitab Allah yang datang melalui hati dan jiwa Kekasih-Mu yang Paling Dicintai.” Jika bukan karena keberadaan Nabi sallallahu alayhi wa sallam, tidak ada Kitab Allah untuk kita, tidak ada Al-Qur’an yang turun ke bumi ini.
Di Mawlid an-Nabi sallallahu alayhi wa sallam ini, datanglah dan bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jal atas Al-Qur’an. Dan kemudian kita mulai memahami keagungan, menuju pemahaman akan keagungan Sayyiduna Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, InsyaAllah.
Subhana rabbika rabbal ‘izzati ‘amma yasifoon, wa salaamun ‘alal mursaleen, walhamdulillahi rabbil ‘aalameen. Bi hurmati Muhammad al-Mustafa wa bi sirri surat al-Fatiha.
Leave a Reply