Ilustrasi Nabi Sulaiman sedang berdoa memohon bantuan, mengenakan jubah coklat kemerahan, sorban putih, dan selendang hijau di latar belakang bernuansa hangat.

Mengapa Nabi Sulaiman Meminta Bantuan

Ajaran Mawlana Syekh Hisham selalu seperti lautan. Setiap ayat Al-Qur’an Suci, setiap contoh dari Al-Qur’an Suci dan hadis suci memiliki kedalaman lautan. Sebagai pengingat, salah satu contohnya adalah kisah Sayyidina Sulaiman ‘alaihis salaam, karena di dunia saat ini, pemahaman ini sangat penting. Semua perkumpulan rahasia didasarkan pada apa yang mereka yakini sebagai ilmu Sayyidina Sulaiman ‘alaihis salaam. Pembangun utama yang mereka klaim sebagai master builder adalah Sayyidina Sulaiman ‘alaihis salaam. Membangun dengan kekuatan malaikat, jin, dan ‘afreet (setan). Seluruh pengejaran sisi gelap dunia (dunya) terletak pada pemahaman itu. Mereka mengejar realitas itu; mereka percaya bahwa mereka memegang realitas itu. Alhamdulillah, realitas itu ada di tangan Sayyidina Muhammad sallallahu alayhi wa sallam dan di tangan para waliullah yang diberkahi Nabi sallallahu alayhi wa sallam dari pemahaman tersebut.

Penting bahwa mereka mengajarkan dari setiap ayat Al-Qur’an Suci sebuah realitas luar biasa yang Allah ‘Azza wa Jal ingin kita gunakan untuk tafakkur dan merenung. Mengapa versi cerita itu diceritakan? Mengapa contoh (masal) itu diberikan kepada kita? Bahwa Sayyidina Sulaiman ‘alaihis salaam, yang Allah ‘Azza wa Jal berikan kepadanya mulk (kerajaan) yang tak terbayangkan, kekuatan yang tak terbayangkan, dan otoritas yang tak terbayangkan. Al-Qur’an Suci menggambarkan bahwa ia meminta dari jin-nya, dan bukan hanya jin, tetapi dikatakan dari kelompok ‘afreet: siapa yang bisa membawa singgasana itu kepadaku.

قَالَ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَنْ يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ ﴿٣٨﴾
Qala ya ayyuha al-mala’u ayyukum ya’tinee bi‘arshiha qabla an ya’toonee muslimeen. (An-Naml 27:38)
“Ia (Sulaiman) berkata, ‘Wahai para pembesar, siapakah di antara kalian yang dapat membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku dalam keadaan berserah diri?’” (Semute 27:38)

Pentingnya Singgasana

Mereka mulai menggambarkan singgasana. Sekarang Allah ‘Azza wa Jal menggambarkan singgasana, jadi pasti ada orang-orang yang memiliki singgasana. Singgasana menandakan otoritas yang luar biasa. Ada orang-orang yang memiliki singgasana di dunia (dunya) dan ada orang-orang yang memiliki singgasana di akhirat (akhira). Mereka memiliki singgasana, mereka memiliki kursi (kursi), dan mereka memiliki ara’ik (sofa); berdasarkan darajat (tingkatan) mereka, Allah ‘Azza wa Jal memberikan mereka tingkat kenyamanan.

إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ ﴿٥٥﴾ هُمْ وَأَزْوَاجُهُمْ فِي ظِلَالٍ عَلَى الْأَرَائِكِ مُتَّكِئُونَ ﴿٥٦﴾
Inna ashabal jannati al-yawma fee shughulin fakihoon. Hum wa azwajuhum fee zilalin ‘alal ara’iki muttakioon. (Yasin 36:55-56)

“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu berada dalam kesenangan dan kegembiraan. Mereka dan pasangan-pasangan mereka berada dalam naungan, bersandar pada dipan-dipan yang dihias.” (Yasin 36:55-56)

مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ ۖ لَا يَرَوْنَ فِيهَا شَمْسًا وَلَا زَمْهَرِيرًا ﴿١٣﴾
Muttaki’eena feeha ‘alal ara’iki la yarawna feeha shamsan wa la zamhareera. (Al-Insan 76:13)
“Mereka bersandar di sana pada dipan-dipan yang dihias. Mereka tidak melihat di sana matahari yang membakar maupun dingin yang membekukan.” (Manusia 76:13)

Contoh Sayyidina Sulaiman ‘Alaihis Salaam

Contoh Sayyidina Sulaiman ‘alaihis salaam adalah: siapa yang bisa membawa singgasana itu kepadaku? Pertama, mengapa seorang Nabi yang begitu kuat meminta bantuan dari selain Allah ‘Azza wa Jal? Karena sekarang, ke mana pun kamu pergi, mereka bilang ini syirik (dilarang), ini tidak benar; kamu hanya boleh meminta dari Allah ‘Azza wa Jal. Mengapa hanya meminta dari Allah? Sayyidina Sulaiman ‘alaihis salaam, yang telah diberi kekuatan luar biasa dan kedekatan dengan Allah, justru meminta. Mengapa ia meminta, pertama-tama, dari jin? Ya ayyuha al-mala’u… Siapa yang bisa membawa singgasana itu kepadaku?

قَالَ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَن يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ ﴿٣٨﴾
Qala ya ayyuha al-mala’u ayyukum ya’tinee bi‘arshiha qabla an ya’toonee muslimeen. (An-Naml 27:38)
“Ia (Sulaiman) berkata, ‘Wahai para pembesar, siapakah di antara kalian yang dapat membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku dalam keadaan berserah diri?’” (Semute 27:38)

Kemudian, dengan perenungan dan tafakkur, sebuah pemahaman yang luas terbuka. Pertama, karena pada akhirnya, setelah apa yang terjadi, ia berkata bahwa semua ini adalah ujian untuk menunjukkan apakah saya bersyukur. Artinya, apa yang Allah ‘Azza wa Jal berikan berupa ni’mat (berkah). Allah memiliki banyak ni’mat dan banyak berkah; tidak semuanya datang kepadamu, tidak semuanya kepada satu orang. Yang Allah ‘Azza wa Jal inginkan dari kita adalah kerendahan hati. Ketika kita rendah hati, kita berkata, Subhanaka ya Rabbi, segala kemuliaan bagi-Mu, bahwa segala sesuatu di sekitar adalah berkah yang luar biasa. Karena pada akhir kisah ini, Sayyidina Sulaiman ‘alaihis salaam berkata bahwa ini adalah ujian baginya untuk melihat apakah ia bersyukur atas karunia yang telah Allah ‘Azza wa Jal anugerahkan kepadanya.

…فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ ﴿٤٠﴾
…falamma raahu mustaqirran ‘indahu qala hadha min fadli rabbee liyabluwanee ashkuru am akfuru wa man shakara fa innama yashkuru linafsihi, wa man kafara fa-inna rabbee ghaniyyun kareem. (An-Naml 27:40)

“Dan ketika (Sulaiman) melihat singgasana itu diletakkan di hadapannya, ia berkata, ‘Ini adalah dari karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur. Dan barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barang siapa kufur, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.’” (Semute 27:40)

Contoh pertama, ia meminta jin untuk membawa singgasana. Dan jin menjawab, ‘afreet, bukan sekadar jin. ‘Afreet berarti ini adalah syaitan-syaitan yang berada di bawah kendalinya. ‘Afreet menjawab bahwa itu akan memakan waktu. Artinya, sekarang ada otoritas bagi kita untuk memahami di dunia (dunya) tentang ‘afreet dan syaitan, bahwa apa yang mereka lakukan membutuhkan waktu.

قَالَ عِفْرِيتٌ مِّنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن تَقُومَ مِن مَّقَامِكَ ۖ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ ﴿٣٩﴾
Qala ‘ifreetun mina al-jinni ana ateeka bihi qabla an taqooma min maqamika wa inni ‘alayhi laqawiyyun ameen. (An-Naml 27:39)
“Seorang ‘ifrit dari golongan jin berkata, ‘Aku akan membawanya kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu, dan sesungguhnya aku atas hal itu sangat kuat dan dapat dipercaya.’” (Semute 27:39)

Dan seketika Allah ‘Azza wa Jal memberikan dalam kisah yang sama, bahwa ada seseorang yang memiliki ilmu dari Kitab.

قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ …﴿٤٠﴾
Qala alladhee ‘indahu ‘ilmun minal kitabi ana ateeka bihi qabla an yartadda ilayka tarfuka,… (An-Naml 27:40)
“Seseorang yang memiliki ilmu dari Kitab berkata, ‘Aku akan membawanya kepadamu sebelum pandanganmu kembali kepadamu.’” … (Semute 27:40)

Ia berkata, aku akan membawanya kepadamu sebelum kamu mengedipkan mata, dan itu muncul. Artinya, dari hadapan Sayyidina Sulaiman ‘alaihis salaam, yang Allah ‘Azza wa Jal berikan mulk, karunia yang belum pernah Dia berikan kepada nabi manapun sebelum dan sesudahnya.

وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ ۖ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ ۖ وَمِنَ الْجِنِّ مَن يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ ۖ … ﴿١٢﴾
Wa li-Sulaimana ar-reeha ghuduwuha shahrun wa rawahuha shahrun wa asalna lahu ‘ayna al-qitri, wa mina al-jinni man ya’malu bayna yadayhi bi-idhni rabbihi … (Saba 34:12)
“Dan kepada Sulaiman (Kami tundukkan) angin, perjalanan paginya sebulan dan perjalanan sore harinya sebulan, dan Kami alirkan baginya mata air tembaga. Dan di antara jin ada yang bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya…” (Saba 34:12)

Dari semua itu, ada seseorang dengan ilmu dari Kitab. Dari Zabur Sayyidina Daud ‘alaihis salaam, bukan bahkan Al-Qur’an Suci. Bayangkan kekuatan Al-Qur’an Suci, karena Al-Qur’an Allah ini adalah untuk mengajarkan kita. Beberapa orang bertanya, mengapa tidak duduk dan membaca Al-Qur’an Suci? Kami mengajarkan Al-Qur’an Suci. Mereka mengajarkan Al-Qur’an Suci. Mereka mengajarkannya dengan cara bahwa kamu seharusnya merenung ketika membacanya. Jika tidak, kamu hanya membaca, membaca selama bertahun-tahun, tetapi tidak pernah merenung. Ahl tafakkur (orang-orang perenungan) dan ahl dzikir (orang-orang zikir) ketika mereka membaca, mereka disuruh berhenti dan sekarang berpikir.

Rendah Hati dan Meminta

Pertama, Sayyidina Sulaiman ‘alaihis salaam meminta kepada ‘afreet untuk membawa sesuatu kepadanya. Ini berarti kita selalu membutuhkan untuk meminta. Tidak peduli apa yang Allah ‘Azza wa Jal berikan kepadamu, Dia menunjukkan bahwa akhlak terbaik adalah meminta. Mintalah kepada ciptaan-Ku; rendah hatilah, meskipun kamu memiliki kekuatan sendiri. Bukankah ia memiliki kekuatan untuk membawa singgasana itu sendiri? Nabi seperti apa yang tidak memiliki kekuatan untuk melakukan itu? Ia memiliki kekuatan, tetapi ia ingin menunjukkan akhlak, dan akhlak terbaik adalah kerendahan hati.

Sayyidina Sulaiman ‘alaihis salaam bertanya, “Siapa di antara kalian, wahai jin, yang bisa membawa apa yang saya minta?” Jadi, ini adalah satu kekuatan. Lalu Allah ‘Azza wa Jal berfirman, “Tidak, tidak, orang yang memiliki ilmu dari Kitab membawanya dalam sekejap mata.” Artinya, dengan kecepatan yang hampir lebih cepat dari kecepatan pikiran. Ada kecepatan di mana jin beroperasi. Ada kecepatan cahaya, dan ada kecepatan pikiran yang lebih cepat. Ia berkata, “Aku akan membawanya dengan kecepatan pikiran,” dan itu muncul. Kemunculannya, karena ia adalah nabi ‘alaihis salaam, ia tidak bisa mencuri singgasana (singgasana Ratu Saba). Ini sekarang adalah teknologi yang kita gunakan; ia mereplikasi singgasana dan membawanya ke hadapan sucinya. Seorang nabi tidak bisa mencuri milik orang lain. Jadi, pemahamannya adalah bahwa yang ia bawa adalah replika. Ia mereplikasinya seperti mesin faks. Teknologi ini sekarang mereka coba bawa ke dunia (dunya); untuk mengirim materi padat seperti faks. Jin berkata, “Itu membutuhkan waktu, tunggu sebentar,” dan mereka mereplikasi. Tetapi orang yang memiliki ilmu dari Kitab membawanya dalam sekejap mata, sebelum pandangannya kembali; apa yang ia inginkan muncul di hadapannya.

Dua Kekuatan yang Ada di Dunia

Ini adalah dua kekuatan yang Allah ‘Azza wa Jal tunjukkan ada di bumi ini; kekuatan ‘afreet dan kekuatan orang-orang yang memiliki ilmu dari Kitab. Ilmu dari Kitab sekarang adalah ilmu Al-Qur’an Suci. Itu bahkan tidak sebanding dengan ilmu tersebut. Ilmu Al-Qur’an Suci adalah kalam Allah yang tidak diciptakan, yang mencakup semua kitab dan semua ilmu. Betapa besar kekuatan dalam seorang hamba yang Allah ‘Azza wa Jal berikan ilmu dari Kitab. Bukan hanya bahwa ia membaca Kitab, tetapi ia mempelajari Kitab dan mengajarkan Kitab. Mereka adalah rabbaniyun (yang bersifat ilahi). Jiwa-jiwa rabbaniyun, Allah ‘Azza wa Jal berikan sesuai dengan darajat (tingkatan) dan pemahaman mereka. Mereka adalah Kitab yang berjalan dan Al-Qur’an Suci yang berjalan. Allah ‘Azza wa Jal menggambarkan mereka dalam Surat Ar-Rahman: ‘Allama ‘l-Qur’an. Khalaqa ‘l-insaan.

عَلَّمَ الْقُرْآنَ ﴿٢﴾ خَلَقَ الْإِنسَانَ ﴿٣﴾
‘Allama ‘l-Qur’an. Khalaqa ‘l-insaan. (Ar-Rahman 55:1-2)
“Dialah yang mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia.” (Ar-Rahman 55:1-2)

Jiwa-jiwa ini adalah mereka yang telah Aku ajarkan Kitab, lalu kamu melihat bentuk mereka. Pada suatu titik waktu, mereka menguasai bentuk yang Allah ‘Azza wa Jal inginkan untuk mereka kuasai, dan mereka mencapai realitas yang qadeem dan kuno. Allah ‘Azza wa Jal berfirman, “Aku mengajarkan kepadamu realitas-realitas ini, realitas-realitas ini ada pada jiwamu.”

Kemudian, di dunia (dunya), syaitan memberitahu semua orang, “Jangan pergi kepada orang yang memiliki ilmu dari Kitab, itu syirik.” Tetapi penggunaan ‘afreet tidak masalah. Mereka semua adalah bot parast (penyembah berhala) karena mereka menggunakan telepon. Setiap teknologi yang kamu gunakan, tidak peduli seberapa banyak ilmuwan mencoba menjelaskan kepadamu. Telepon adalah nol satu, nol satu, itu memecah kode kamu menjadi kode biner 0 dan 1. Kode biner ini pergi melalui udara dan cocok dengan teleponmu, lalu kamu menerima teks, video, dan suara.

Bukan, itu ‘afreet. Itu adalah syaitan-syaitan yang melekat pada perangkat itu. Itu seperti jinimu; apa yang kamu inginkan, ia segera mengambilnya dan membawanya kembali untukmu. Apa yang mereka gunakan, dan mereka rela gunakan dari semua teknologi, adalah ‘afreet. Kekuatan ‘afreet di dunia (dunya) adalah bahwa semua orang bergantung pada ‘afreet itu. Mesin faksmu, pemutar CD-mu, setiap teknologi yang kamu gunakan, pasti ada ‘afreet yang melekat padanya. Ketika kamu menekan kirim, ia pergi dan mengambil apa yang kamu inginkan. Ia akan menyampaikan suaramu kepada orang di ujung sana dan ia akan membawa kembali informasi yang kamu inginkan. Ia melayanimu. Ia melayanimu, melayanimu, dan lalu mengirimkan gambar pornografi kepadamu. Kamu bertanya-tanya, dari mana itu datang? Itu karena ia bekerja untuk syaitan. Ia melayanimu, melayanimu; ia berjalan 99 langkah bersamamu dan kemudian membalikkanmu di akhir. Membuatmu mengirim pesan teks yang mengerikan. Membuatmu melihat gambar yang seharusnya tidak kamu lihat. Membuatmu melakukan segala macam hal di internet dengan melayanimu. Kamu ingin mencari sesuatu, aku akan mengambilnya untukmu; dan boom, memunculkannya langsung di layarmu. Kamu ingin mengirim faks sesuatu; aku akan mengantarkannya sendiri dan membawanya kembali. Sedemikian rupa, sehingga dunia ‘afreet itu disebut iPhone. “I” adalah ‘ananiyah (secara terbuka). Ana rabbi al-‘ala. Firaun berkata, “Aku adalah Tuhan yang paling tinggi.”

فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ ﴿٢٤﴾
Faqala ana rabbukumu al-‘ala. (Surat An-Nazi’at 79:24)
“Dan berkata, ‘Aku adalah Tuhan kalian yang paling tinggi.’” (Malaikat yang Mencabut 79:24)

“I” dalam iPhone

Dalam tariqah (jalan sufi) dan ahli haqaiq (orang-orang kebenaran), mereka tidak pernah menggunakan kata “Aku”. Tanda bagi kita adalah bahwa ponsel ini disebut iPhone. Mereka membuatnya tampak seperti kitab (buku). Seolah kamu sedang berdoa; “Wahai ponsel suci, izinkan aku menelepon.” Ia berkata, Samina wa ata’na (Kami dengar dan kami taat). “Aku mendengarmu dan aku sedang membuat panggilan.” Segala yang kita lakukan darinya. Bahkan ketika kamu membuat panggilan telepon, itu seperti kamu membuat takbirat dalam salat, ketika kita mengatakan Allahu Akbar (mengangkat tangan ke telinga). Segala yang kamu lakukan, kamu meniru semua hal ini. Jadi, syaitan membuat orang-orang menyembah mereka.

Mereka bilang, tidak, perangkat ini begitu terhubung dengan keberadaan kita sehingga kita hidup darinya. Kita membutuhkannya. Informasi yang diberikannya kepada kita, kita tidak bisa membayangkan kemewahan tanpa memilikinya (tanpa kemewahan ini). Itulah mengapa Mawlana berkata bahwa itu (ponsel) adalah haram (dilarang), tetapi jadikanlah itu halal (diizinkan). Artinya, buat ponsel itu berzikir untukmu. Ada aplikasi yang kamu pasang di ponsel, dan ponsel itu berkata, ucapkan Astaghfirullah, SubhanAllah, Alhamdulillah. Gunakan ponsel untuk membaca Al-Qur’an, gunakan untuk membaca Dalail Khairat, gunakan untuk membaca du’a (doa-doa). Tetapi pahami haqaiq (kebenaran), bahwa umat manusia memilih kekuatan ‘afreet. Dari dua kekuatan yang Sayyidina Sulaiman ‘alaihis salaam bawa dalam pengajaran di Al-Qur’an Suci.

Mengapa Allah ‘Azza wa Jal memilih kisah itu? Dari seluruh kehidupan nabi dan begitu banyak realitas yang menakjubkan, Dia memilih sebuah kisah karena tahu bahwa kamu akan berada di bawah ini. Kamu akan berada di bawah pertanyaan ini dalam hidupmu. Ketika ia meminta untuk membawa sesuatu, ia meminta dari jin. Ia tidak meminta dari orang yang memiliki ilmu Kitab terlebih dahulu. Mengapa ia meminta dari jin? Mengapa umat manusia beralih untuk bergantung pada ‘afreet dan jin? Mengapa syaitan menghalangi siapa pun untuk pergi kepada seseorang yang memiliki ilmu?

Syaitan cepat menghalangi semua orang. “Jangan pergi ke orang-orang suci, ini syirik. Jangan minta doa dari mereka, jangan minta berkah dari mereka, dan jangan minta apa pun dari mereka.” Tetapi, Allah ‘Azza wa Jal menunjukkan bahwa ada seseorang dengan ilmu suci dari Kitab yang bisa membawa singgasana Ratu Bilqis. Apakah kamu pikir dia tidak bisa menyampaikan sebuah doa? Ketika berbicara tentang ilmu Ahlul Kitab, Ahlil Qur’an, dan orang-orang yang mencintai Sayyidina Muhammad sallallahu alayhi wa sallam, tiba-tiba itu menjadi haram, syirik, dilarang. Oleh siapa? Oleh para takfiri dan syaitan-syaitan. Mereka tidak berkeliling mengatakan, “Tidak, tidak, yang kami pilih adalah ilmu ‘afreet.” Karena semua orang menggunakan ‘afreet. Ini dianggap baik-baik saja, sepenuhnya diterima; bahkan sampai mereka ingin ‘afreet terhubung ke tubuh mereka. Mereka memiliki perangkat yang membuat mereka sepenuhnya dipantau dan terhubung.

Realitas-realitas ini penting bagi kita. Mengapa Allah ‘Azza wa Jal memberikan contoh itu? Bahwa meminta adalah tanda kerendahan hati. Tetapi kepada siapa meminta? Jangan meminta dari dunia jin. Jangan berurusan dengan dunia jin. Artinya, mintalah dari orang-orang yang memiliki ilmu dan Kitab Allah. Mereka bisa membawa realitas itu lebih cepat. Dan ketika realitas itu datang dari ilmu Kitab, itu datang dengan berkah. Itu tidak datang dengan berbagai ikatan dan paket-paket berbeda yang melekat padanya.

Syirik yang Allah ‘Azza wa Jal Peringatkan kepada Kita

Ini sekarang dilema di dunia (dunya). Kamu melihat segala sesuatu di sisi gelap didasarkan pada itu. Setiap pengejaran yang mereka miliki didasarkan pada ilmu Sulaimaniyah. Mereka pikir mereka memiliki ilmu itu. Mereka pikir mereka beroperasi dengan ilmu itu. Mereka bilang bahkan ubin lantai hitam dan putih adalah simbol penggabungan antara yang terlihat dan yang tak terlihat. Ketika kamu melihat pola hitam dan putih, hitam dan putih, hitam dan putih. Mengapa hitam dan putih? Karena putih yang terwujud dan hitam yang beroperasi dalam bayangan; mereka ingin menyatukan dua dimensi itu. Itulah contoh ponsel.

Kamu menggunakan kekuatan itu, tetapi kamu tidak menyadarinya. Setiap teknologi yang mereka bawa, mereka menggunakan ‘afreet ini, tetapi mereka tidak tahu. Bahkan sistem pintar mereka dan sistem panduan, ‘afreet melekat pada itu dan mereka menggunakannya.

Mereka membawa manusia dan ‘afreet untuk bekerja bersama. Itu menjadi syarik (sekutu) besar; ketika manusia mengikat dirinya dengan syaitan dan nafsunya (nafs). Allah ‘Azza wa Jal berfirman la sharik (tidak ada sekutu). Tidak mungkin menjadi syarik (sekutu) dengan Allah ‘Azza wa Jal. Ini bukan tentang menjadi sekutu dengan Allah ‘Azza wa Jal. Allah ‘Azza wa Jal tidak takut bahwa kamu akan menjadi sekutu karena kamu begitu jauh di bawah dalam sistem itu. Yang Allah ‘Azza wa Jal katakan adalah syarik (sekutu) yang kamu buat adalah syarik dengan syaitan-syaitan. Kamu membiarkan mereka masuk ke dalam hidupmu. Kamu membiarkan mereka memberikan kemudahan kepadamu. Kamu bergantung pada mereka, sedemikian rupa sehingga kamu tidak bisa hidup tanpa mereka. Carilah orang-orang Kitab, carilah untuk membaca Kitab, memahami Kitab, dan menyampaikan ilmu Kitab. Syaitan menghalangi setiap aspek dari itu dan membuat kesulitan bagi semua orang untuk mencari orang-orang Kitab.

Kami berdoa semoga Allah ‘Azza wa Jal memberikan pembukaan dan pemahaman. Bahwa begitu kita memahami haqaiq (kebenaran) dan memahami energi negatif, kita menjadi bebas darinya. Mawlana Syekh Hisham berkata, ubah segala yang negatif menjadi positif. Artinya, gunakan untuk membaca Al-Qur’an Suci, untuk hadis suci, dan untuk dzikrullah dan peringatan. Dan ketahuilah bahwa ini adalah syaitan-syaitan. Dan kamu akan mendominasi syaitan; syaitan tidak akan mendominasimu. Carilah orang-orang Kitab, Ahlul Kitab, makan bersama mereka, berdoa bersama mereka, dan menjadi bagian dari mereka.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ ﴿١١٩﴾
Ya ayyuhal ladheena amanoo ittaqollaha wa koonoo ma’as sadiqeen. (At-Taubah 9:119)
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berada bersama orang-orang yang jujur.”

Subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yasifoon. Wa salamun ‘alal mursaleen wal hamdulillahi rabbil ‘alameen. Bi hurmati Muhammadil Mustafa wa bi sirri suratil Fatiha.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *