Mengatasi Putus Asa dengan Ketakwaan kepada Allah SWT

Tidak sedikit dari kita yang suka menyerah dalam menghadapi sesuatu atau putus asa. Putus asa pada dasarnya timbul karena manusia terlalu bersandar pada sesuatu selain Allah. Misalnya kepada hartanya, pekerjaannya, kekuatannya, relasinya, temannya, usahanya, kepintarannya, dan sebagainya.

Alquran melarang orang yang beriman untuk berputus asa dari rahmat Allah. Bahkan sikap putus asa dikaitkan dengan sikap kufur yakni mengingkari nikmat Allah. Karena orang yang berputus asa biasanya hanya fokus pada nikmat yang hilang atau harapan yang tak terwujud sementara nikmat-nikmat Allah lainnya yang justru lebih besar dan lebih banyak tidak lagi dirasakannya. Bila ia menyadari dan yakin bahwa mendapat nikmat dan hilangnya nikmat karena rahmat Allah jua maka tidak perlu ia berputus asa. Harta adalah nikmat. Pekerjaan adalah nikmat. Kesehatan adalah nikmat. Begitu nikmat tersebut satu persatu Allah ambil kembali kita sering sedih, risau dan berputus asa. Padahal, nikmat-nikmat tersebut pun sebelumnya tidak kita dapatkan kemudian Allah berikan dan sekarang ia ambil kembali nikmat itu.

Hadist yang menjelaskan tentang larangan berputus asa

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ 

Dari Anas bin Malik RA, berkata, “Dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian, dan apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka, barangsiapa yang ridla maka baginya keridlaan Allah, namun barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan Allah.” (HR at-Tirmidzi) 

Dekatnya sikap putus asa dengan kekufuran Allah gambarkan dalam Q.S. Hud/11: 9:

وَلَئِنْ أَذَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَٰهَا مِنْهُ إِنَّهُۥ لَيَـُٔوسٌ كَفُورٌ

Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.

۹ولئنأذقنا
۱۲۲۳۱۷۱۲۲۳۱۸۱۲۲۳۱۹۱۲۲۳۲۰۱۲۲۳۲۱۱۲۲۳۲۲۱۲۲۳۲۳۱۲۲۳۲٤۱۲۲۳۲٥
الإنسانمن
۱۲۲۳۲٦۱۲۲۳۲۷۱۲۲۳۲۸۱۲۲۳۲۹۱۲۲۳۳۰۱۲۲۳۳۱۱۲۲۳۳۲۱۲۲۳۳۳۱۲۲۳۳٤
ارحمةثمنز
۱۲۲۳۳٥۱۲۲۳۳٦۱۲۲۳۳۷۱۲۲۳۳۸۱۲۲۳۳۹۱۲۲۳٤۰۱۲۲۳٤۱۱۲۲۳٤۲۱۲۲۳٤۳
عناهامنهإ
۱۲۲۳٤٤۱۲۲۳٤٥۱۲۲۳٤٦۱۲۲۳٤۷۱۲۲۳٤۸۱۲۲۳٤۹۱۲۲۳٥۰۱۲۲۳٥۱۱۲۲۳٥۲
نهليئوسكف
۱۲۲۳٥۳۱۲۲۳٥٤۱۲۲۳٥٥۱۲۲۳٥٦۱۲۲۳٥۷۱۲۲۳٥۸۱۲۲۳٥۹۱۲۲۳٦۰۱۲۲۳٦۱
ور       
۱۲۲۳٦۲۱۲۲۳٦۳       

Ayat di atas menunjukkan:
1. Sikap putus asa sangat dekat dengan sifat kufur nikmat
2. Sikap putus asa dapat disebabkan karena hilangnya nikmat yang didapat sebelumnya
Dengan ini, sifat putus asa dapat membawa seseorang pada kekufuran. Kufur terhadap nikmat yang Allah berikan. Dalam kisah Nabi Yusuf, ayahnya Nabi Ya’qub melarang anak-anaknya untuk berputus asa dalam mencari keberadaan Nabi Yusuf dan saudaranya Bunyamin. Ia selalu yakin dan optimis dalam doa-doanya akan kembali bertemu dengan anaknya tercinta Nabi Yusuf yang sejak kecil hingga dewasa hilang darinya. Ujian mana yang lebih berat bagi orang tua dibanding dengan kehilangan anak yang dicintai? Namun demikian, Nabi Ya’qub tidak pernah putus asa dan menyerahkan kegundahan dan kesedihannya kepada Allah.

Bagi orang yang beriman, hilangnya nikmat atau tidak terpenuhinya harapan tidak menjadikannya berputus asa. Ia terus bersikap optimis dan yakin bahwa nikmat Allah yang ada masih jauh lebih banyak dari nikmat yang hilang. Ia juga yakin bahwa dalam keadaan dan kondisi apa pun, Allah memberikan yang terbaik bagi hambanya. Diberikannya nikmat itu adalah baik dan hilangnya nikmat itu juga baik. Barangkali Allah menyiapkan nikmat pengganti yang lebih baik. Bila apa yang datang dari Allah adalah baik, mengapa harus putus asa sehingga putus harapan dalam mencari karunia Allah? Bukankah Allah maha luas karunianya sehingga tidak pantas bagi hamba yang beriman untuk berbuat kufur dengan cara berputus asa dari rahmat Allah.

berikut ini adalah Cara agar kita tidak mudah berputus asa atau lekas kembali dari rasa putus asa :

  • Berpikir Positif (husnudzan)
    Husnudzan terbagi menjadi tiga yaitu:

a. Husnudzan kepada Allah

Ketika kita di uji yakinlah bahwa inilah yang terbaik dan kembalikanlah semuanya kepada Allah sehingga Allah akan memberikan rahmat dan ampunan-NYA kepada kita

b. Husnudzan terhadap diri sendiri

Kekuatan diri sesungguhnya ada pada pikiran kita sendiri.
Tanamkan dalam diri bahwa kita bisa melewati ujian itu maka seiring itu pula akan muncul energi positif yang akan membuat kita bisa dan mampu melakukannya.
Maka dari itu positif thinking itu sangatlah di perlukan untuk membangun semangat pada diri. Dan tentu saja harus yakin bahwa Allah memberikan ujian tidak akan melampaui kemampuan hamba-NYA dan yakin bahwa kita mampu menjalaninya.

c. Husnudzan terhadap orang lain

Agar kita tidak berputus ada maka berpikiran yang baiklah terhadap orang lain. Kita di larang untuk su’udzan terhadap orang lain, tidak boleh melihat orang lain dari sisi buruknya saja, di larang bergosip, menghina dan tidak boleh menggunakan panggilan yang buruk.

  • Ridha atas apa yang Allah berikan
    Ketika di uji hal pertama yang harus di lakukan adalah kita terima dulu. Rasulullah sallalahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah menguji hamba dengan rizki yang di berikan kepadanya, jika ia ridha maka Allah akan memberkahi dan meluaskan pemberiannya dan jika ia tidak ridha maka Allah tidak akan memberikan berkah.” (HR. Ahmad).
  • Selalu tawakkal

Tawakal adalah bagian dari usaha, bahkan usaha yang paling utama untuk meraih keberhasilan.

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar (bagi semua urusannya). Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (segala keperluan)nya” (QS ath-Thalaaq:2-3).

Setidaknya Ada empat unsur dalam mengamalkan Tawakkal, yakni :
1. Ikhtiar
2. Do’a
3. Syukur
4. Sabar

Maka jika kita tidak ingin berputus asa maka ikhtiarlah, bekerja keraslah kemudian bingkai ikhtiar itu dengan do’a jika sukses maka bersyukurlah dan jika gagal maka bersabarlah.

  •  Mau bekerja sama atau tolong-menolong (berkolaborasi) 

Bukalah tangan kita lebar-lebar untuk bisa menerima orang lain.
Ada saatnya kita tidak bisa mengangkat dengan kedua tangan kita sendiri artinya kita harus berbagi. Kita harus membuka diri dan kita butuh partner karena kita sebagai manusia harus tolong menolong dalam mengerjakan kebaikan dan ketaqwaan.

  • Perbanyak do’a dan dzikir 

Ketika kita berputus asa salah satunya karena kurang berdzikir maka banyaklah berdzikir kepada Allah dengan banyak membaca Al Qur’an.
Sesungguhnya dengan banyak mengingat Allah hati akan menjadi tentram.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *